Reporter: Dupla Kartini, Bloomberg | Editor: Dupla Kartini
NEW YORK. Harga minyak mentah masih berpotensi melandai pada pekan depan. Mayoritas analis yang disurvei Bloomberg memprediksi terjadinya penurunan tersebut.
Sebanyak 19 dari 34 analis, atau sekitar 56% memproyeksi, harga minyak akan melorot hingga 25 Mei mendatang. Sedangkan, sembilan responden atau 26% memprediksi harganya akan naik. Adapun, enam analis menduga bakal cenderung stagnan.
Koreksi harga minyak kemungkinan akan dipicu isu stok yang gemuk. Menurut para analis, proses perbaikan Seaway Pipeline tidak akan cukup untuk mengimbangi keberadaan stok di AS yang mencapai rekor tertinggi.
Pada 11 Mei, Departemen Energi AS melaporkan, stok minyak mencetak rekor, seiring terjadinya kenaikan produksi domestik. Stok minyak bertambah 2,13 juta barel menjadi 381,6 juta barel per pekan lalu. Ini level tertinggi sejak 1990.
Sementara, Enbridge Inc dan Enterprise Products Partners LP telah menyelesaikan perbaikan pipa, kemarin. Mereka berencana memulai pengiriman minyak di akhir pekan ini dari Cushing ke Pantai Teluk atau Gulf Coast.
"Pulihnya kondisi di Seaway Pipeline tidak bisa menjadi katalis positif untuk WTI. Pertumbuhan produksi telah menyebabkan upaya untuk membendung stok sia-sia," kata Thomas Rinaldi, analis di Guggenheim Securities LLC.
Selain soal persediaan, harga minyak juga kemungkinan akan terseret lantaran sinyal pemulihan ekonomi melambat. Indeks kepercayaan konsumen AS pada pekan lalu, jatuh ke level terendah dalam hampir empat bulan. Jumlah orang yang mengajukan klaim pengangguran juga lebih banyak dari perkiraan.
"Sentimen ekonomi global menekan harga minyak," sebut Jacob Correll, analis komoditas di Summit Energy Inc., Kentucky.
Sebagai catatan, dalam sepekan ini, minyak mentah untuk pengiriman Juni di New York Mercantile Exchange melorot 4,8% ke level US$ 91,48 per barel. Ini adalah harga terendah sejak 26 Oktober silam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News