Reporter: Dina Farisah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Nikel jatuh untuk hari kedua, melanjutkan penurunan dari penutupan terendah dalam satu tahun. Kejatuhan harga ini disebabkan oleh melebarnya kelebihan pasokan logam global.
Mengutip data Bloomberg, Jumat (20/2) kontrak pengiriman nikel tiga bulan di London Metal Exchange (LME) di tutup di level US$ 13.955 per metrik ton. Ini merupakan harga terendah sejak Juni 2013. Nikel melanjutkan pergerakan turun (bearish) dari Kamis (19/2) yang mengakhiri perdagangan di level US$ 13.985 per metrik ton. Ini merupakan level terendah sejak 6 Februari 2014. Logam menuju penurunan mingguan terbesar dalam dua bulan. Dalam sepekan terakhir, nikel tergerus 4,7%.
Data International Nickel Study Group yang dirilis Jumat (20/2) menunjukkan surplus nikel pada bulan Desember 2014 sebesar 12.700 metrik ton. Angka ini meningkat dari surplus bulan sebelumnya sebesar 6.500 metrik ton. Persediaan nikel melebihi tahun lalu sebesar 94.300 ton, atau turun 47% dari surplus tahun 2013 sebesar 178.000 metrik ton. Goldman Sachs Group Inc dan Australia & New Zealand Banking Group Ltd memperkirakan harga nikel akan naik pada akhir tahun ini pasca defisitnya pasokan global akibat pelarangan ekspor mineral mentah.
“Dalam jangka pendek, tentu akan dianggap sebagai sinyal bearish bagi nikel. Pelebaran surplus akan menunda harapan naiknya harga nikel di tengah ketatnya pasokan global,” kata Daniel Hynes, analis senior komoditas di ANZ.
Nikel juga tersengat oleh penurunan permintaan dari pengguna logam terbesar di dunia, yakni China. Sebab, pasar China di tutup hingga tanggal 24 Februari dalam rangka memperingati Tahun Baru Imlek.
Ibrahim, analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditas Berjangka mengatakan, harga nikel masih akan tenggelam dalam jangka waktu lama. Menurutnya, ada dua faktor yang meredupkan harga nikel. Pertama, penundaan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS tidak serta merta merontokkan kinerja dollar. Dollar memang sempat terkoreksi pasca The Fed mengambil sikap berhati-hati dalam menaikkan suku bunga di tengah perekonomian global yang belum solid. Nmaun, tekanan pada indeks dollar hanya bersifat sementara. Indeks dollar sempat naik ke level 94,64 pada Jumat (20/2) meski ditutup melemah di level 94,40.
Faktor kedua, lanjut Ibrahim, terjadi peralihan dana asing dari negara berkembang ke dollar AS. Tren peralihan dana asing ini diperkirakan masih terus berlanjut mengingat seluruh harga komoditas, termasuk nikel masih akan tumbang.
“Jika harga nikel menanjak ke depannya, ini lantaran aksi profit taking saja. Sebab tren secara umum masih tertekan,” ungkap Ibrahim.
Penurunan nikel juga diamini secara teknikal. Indikator moving average dan bollinger band berada 40% di atas bollinger bawah. Moving average convergence divergence (MACD) masih wait and see. Indikator lainnya yaitu stochastic berada di level 60% dengan arah negatif. Sementara relative strength index (RSI) berada di level 65% dengan arah negatif. Empat indikator mengonfirmasi tren bearish nikel. Sementara satu indikator yaitu MACD belum menentukan arah.
Ibrahim memprediksi harga nikel sepekan mendatang berkisar antara US$ 13.650-US$ 14.100 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News