Reporter: Rashif Usman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2024 menjadi salah satu periode yang penuh tantangan bagi pasar modal Indonesia. Sebab, pada tahun ini ada dua agenda besar yang membuat pasar bergerak sangat dinamis yakni pemilihan Presiden (Pilpres) di Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Founder Indonesia Investment Education sekaligus pengamat pasar modal Indonesia Rita Efendy menjelaskan bahwa agenda Pilpres membuat market bergejolak, terutama karena kebijakan moneter global dan berdampak terhadap emerging market seperti Indonesia.
"Dengan kemenangan Donald Trump kemungkinan pandangan untuk pemangkasan suku buka The Fed agak sedikit berubah, dibanding kalau yang menang dari kubu satunya," kata Rita saat ditemui Kontan.co.id, Sabtu (7/12).
Baca Juga: IHSG Naik ke Atas 7.400 di Awal Perdagangan Senin (9/12)
Rita memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai 7.800-8.000 hingga tutup tahun 2024. Faktor seperti window dressing oleh beberapa emiten besar mendukung optimisme tersebut.
"Beberapa saham dari grup besar itu kelihatannya sudah mau window dressing, seperti saham pak Prajogo Pangestu. Dan setiap tahun kalau diperhatikan ada kenaikan. Ditambah lagi saham bank biasanya ada kecenderungan untuk window dressing," ucapnya.
Sebagai informasi, pada perdagangan hari ini Senin (9/12), IHSG dibuka menguat 0,33% ke 7.409.
Baca Juga: Window Dressing Dimulai, Intip Rekomendasi Saham Indo Premier Sekuritas Pekan Ini
Proyeksi IHSG dan Sektor Pilihan di 2025
Rita bilang memasuki 2025, pasar modal diperkirakan tetap dinamis, dengan volatilitas yang masih membayangi. Pasalnya, Indonesia yang termasuk emerging market sangat bergantung pada kebijakan negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS).
"IHSG sepertinya bergerak di kisaran 7.500–8.500 sepanjang tahun depan," ujarnya.
Rita melihat ada beberapa saham yang diproyeksikan tetap menarik untuk dilirik pada tahun depan, mulai dari saham berbasis emas, konsumer defensif hingga sektor ritel.
Namun, sektor properti diperkirakan masih menghadapi tekanan akibat kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan sentimen suku bunga.
Selain itu, pasar juga menanti program-program pemerintah, seperti inisiatif makan bergizi gratis, yang dapat memberikan dorongan pada sektor tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News