kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Pasar Masih Lesu Emiten CPO Kembali Hadapi Tantangan Kebijakan DMO Terbaru


Sabtu, 29 April 2023 / 12:03 WIB
Pasar Masih Lesu Emiten CPO Kembali Hadapi Tantangan Kebijakan DMO Terbaru
ILUSTRASI. Saat ini saham-saham berbasis komoditas CPO menghadapi tantangan berupa lesunya permintaan CPO secara global.


Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali mengeluarkan kebijakan pemangkasan rasio volume ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi 1:4 mulai berlaku sejak 1 Mei 2023. Sebelumnya, pemerintah sudah memangkas rasio kuota hak ekspor CPO dari 1:8 menjadi 1:6 per 1 Januari 2023. 

Pemerintah mengambil kebijakan tersebut dalam rangka menjaga kestabilan pasokan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), serta memastikan harga minyak goreng di pasar rakyat tetap stabil dan terjangkau.

CEO Edvisor.id, Praska Putrantyo mengatakan, dampak negatif atas kebijakan DMO kali ini tidak terlalu signifikan karena saat ini saham-saham berbasis komoditas CPO menghadapi tantangan berupa lesunya permintaan CPO secara global.

"Akibatnya mayoritas saham-saham berbasis CPO sepanjang month to date (MTD) per 27 April 2023 mengalami koreksi, di samping itu tren harga CPO yang masih relatif melandai di kisaran RM 3.750-RM 4.300 per ton dalam satu bulan terakhir," kata PRaska kepada Kontan.co.id, Jumat (28/4).

Baca Juga: Rasio Ekspor Dipangkas, Kinerja Emiten CPO Bisa Lemas

Menurut Praska, investor lebih wait and see terhadap kebijakan rasio ekspor sembari melihat perkembangan permintaan terhadap CPO secara global.

Selain itu, investor juga akan mencermati tren kinerja emiten CPO, khususnya sepanjang semester pertama 2023. Meskipun secara performa tahun 2022, hampir semua emiten CPO mampu mengalami pertumbuhan pendapatan dan laba.

Menurut Praska kebijakan pencairan hak ekspor CPO tidak berdampak positif secara signifikan karena kondisi permintaan CPO secara global masih minim dan harga CPO yang masih relatif melandai.

Di sisi lain, jika harga CPO kembali mengalami kenaikan karena pulihnya permintaan global dan terbatasnya pasokan global. Namun jika rasio pengali ekspor tidak disesuaikan tentu akan menjadi sentimen negatif bagi emiten CPO serta menghambat akselerasi kinerja emiten.

Baca Juga: Ada Perubahan Kebijakan DMO, Cermati Prospek Emiten CPO

Praska melihat secara prospek, komoditas CPO relatif dipengaruhi oleh kondisi permintaan yang bersifat musiman. Namun, dengan tren harga CPO yang saat ini terjaga di rata-rata RM 3.600 per ton dimana relatif lebih tinggi dibanding periode sebelum pandemi, maka seharusnya bisa menjaga kinerja emiten CPO. 

"Strategi diversifikasi ekspor berupa produk turunan dari CPO bisa menjadi alternatif untuk meminimalkan risiko koreksi harga CPO," jelasnya.

Praska merekomendasi netral untuk saham sektor CPO dengan akselerasi pertumbuhan yang diperkirakan tidak sesignifikan pada 2021 dan 2022 karena melandainya harga rata-rata CPO. 

Praska mengatakan, saham-saham CPO yang masih bisa dicermati dengan rekomendasi beli untuk jangka pendek dan menengah, seperti TAPG, DSNG, AALI, SGRO, dan LSIP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×