Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) mulai serius menggarap bisnis aki. Usai membentuk usaha patungan bersama investor Jepang, Furukawa Battery, IMAS segera membangun pabrik aki senilai US$ 20 juta.
Menggandeng Furukawa, IMAS membentuk dua perusahaan patungan. Dalam kongsi itu, IMAS menggunakan anak usahanya, PT Central Sole Agency (CSA).
Perusahaan joint venture pertama adalah PT Fukurawa Indomobil Battery Manufacturing (FIBM), yang bergerak di bidang industri akumulator listrik untuk kendaraan bermotor dan keperluan industri. Di FIBM, kepemilikan IMAS 49% dan Fukurawa 51%.
Perusahaan kedua bernama PT Fukurawa Indomobil Battery Sales (FIBS). Perusahaan ini akan menjadi distributor seluruh produk FIBM. Di perusahaan ini, IMAS menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 51%.
Pabrik itu berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. Manajemen menargetkan pabrik mulai beroperasi tahun 2015. Produk aki dari pabrik baru bakal digunakan untuk kebutuhan produksi mobil, motor dan kendaraan berat IMAS. "Selain untuk kebutuhan grup, dijual juga ke luar," kata Susilowati, Sekretaris Perusahaan IMAS (Harian KONTAN, 19 Februari 2014).
Analis Danpac Sekuritas Teuku Hendry Andrean mengatakan, lini bisnis baru ini mungkin belum berdampak signifikan mendongkrak pendapatan IMAS. Namun, di jangka panjang, produksi IMAS bisa lebih efisien. Soalnya selama ini kendaraan IMAS memakai aki dari pesaingnya, GS Astra dan Yuasa.
Teuku menilai, IMAS berupaya mengembangkan seluruh lini bisnis untuk menambah pendapatan. IMAS terlihat ingin berkembang seperti Grup Astra yang berkibar di bisnis komponen otomotif.
Namun, langkah IMAS masuk ke pasar aki tak mudah, mengingat pangsa pasar akiĀ cukup ketat. IMAS sulit bersaing dengan Grup Astra yang sudah menguasai medan.
Untungnya, produk Furukawa cukup dikenal dan diharapkan bisa mencuil pangsa pasar. "Sebenarnya tak bisa dibilang diversifikasi. Karena IMAS hanya ingin punya bisnis lebih lengkap dan mengejar Astra. Dampaknya lebih ke efisiensi," ujar Teuku, Senin (9/6). Namun setidaknya bisnis ini bisa menjadi angin segar untuk kinerja IMAS yang menurun.
Leonardo Henry Gavaza, Analis Bahana Securities memprediksi, kinerja IMAS hanya naik tipis tahun ini. Soalnya pasar roda empat semakin ketat. "Banyak pendatang baru di segmen MPV," ujar Leonardo dalam risetnya, 14 Mei 2014.
Teuku menilai, pasar otomotif IMAS banyak terdorong dari pendapatan low cost green car (LCGC). Margin LCGC cukup membantu IMAS memulihkan pendapatan. "IMAS masih bisa berinovasi di pasar mobil murah untuk mendongkrak kinerja," kata Teuku.
Dia masih merekomendasikan hold di saham IMAS dengan target harga Rp 5.000 per saham. Sedangkan Leonardo menyarankan reduce saham IMAS dengan target harga Rp 4.000 per saham, yang mencerminkan price earning ratio (PER) sebesar 20 kali.
Sementara analis Maybank Kim Eng, Pandu Anugrah merekomendasikan buy IMAS dengan target harga Rp 6.000 per saham. Pada perdagangan Senin (9/6), saham IMAS ditutup meningkat 0,96% menjadi Rp 4.730 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News