Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan outlook utang Indonesia berpotensi menekan rupiah dalam jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang, ekonom dan analis memproyeksikan rupiah berpotensi kembali menguat.
Jumat (17/4), Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menurunkan outlook utang Indonesia dari sebelumnya stabil menjadi negatif. Sementara, peringkat kredit dipertahankan pada posisi BBB.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan,sentimen penurunan outlook tersebut hanya sementara mempengaruhi pergerakan rupiah.
Baca Juga: Moody's kaji pangkas peringkat obligasi dijamin AS senilai US$ 22 miliar
Sementara, peringkat kredit Indonesia yang tetap BBB menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi dalam negeri tetap stabil di tengah risiko perlambatan ekonomi global.
Faktor yang mendukung ekonomi Indonesia tetap stabil tidak lain datang berbagai upaya pemerintah menanggulangi pandemi korona, seperti menerbitkan Perpu Korona guna menetapkan kebijakan pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam membatasi dampak negatif yang disebabkan Covid-19.
Dari sisi fiskal, profil utang Indonesia tahun ini memang berpotensi meningkat karena adanya pelebaran defisit anggaran belanja yang dialokasikan untuk penanganan dampak korona.
Terhitung pelebaran defisit 5,07% terhadap PDB berpotensi meningkatkan rasio utang terhadap PDB menjadi sekitar 32%-35%. Josua menilai rasio utang tersebut masih di bawah 60% yang artinya masih sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara.
Baca Juga: S&P Pangkas Outlook Indonesia, Untungnya BI Bisa Intervensi di Pasar Primer
Secara keseluruhan, pandemi korona memang berdampak signifikan pada ekonomi global sehingga penurunan outlook rating juga bisa saja terjadi pada negara lain.
Namun, Josua menilai fundamental Indonesia kuat. Hal ini terlihat dari pengelolaan utang Indonesia yang baik. Pelebaran defisit anggaran Indonesia diperkirakan hanya berlaku pada 2020-2022.
Pada 2023 batas defisit fiskal akan kembali ditetapkan di level 3% terhadap PDB. "Banyak negara lain sudah memiliki rasio utang terhadap PDB yang sangat tinggi sebelum adanya korona," kata Josua.
Josua menegaskan penurunan outlook ini tidak menggambarkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kuat. Josua optimistis rupiah berpotensi mengarah ke level Rp 15.000 per dollar AS higga akhir tahun ini.
Baca Juga: Kata Gubernur BI Perry Warjiyo tentang outlook negatif dari S&P
Senada, Direktur FRFX Garuda Berjangka Ibrahim memproyeksikan rupiah berpotensi bergerak stabil bahkan menguat ke Rp 14.500 per dollar AS di akhir tahun ini.
"Penurunan outlook, sementara rating BBB dipertahankan ini mengindikasikan fundamental Indonesia masih baik, penurunan tersebut hanya sebagai peringatan saja agar Indonesia semakin solid menjaga ekonomi," kata Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News