Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menurunkan outlook utang Indonesia dari sebelumnya stabil menjadi negatif. Outlook negatif mencerminkan ekspektasi lembaga tersebut bahwa dalam beberapa waktu ke depan Indonesia menghadapi kenaikan risiko eksternal dan risiko fiskal.
Hal ini akibat meningkatnya kewajiban luar negeri dan beban utang pemerintah untuk membiayai penanganan pandemi Covid-19 di tanah air.
Penurunan outlook ini juga bisa berdampak pada pasar saham tanah air. Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menilai pemberian outlook negatf ini bisa menambah sentimen negatif bagi IHSG.
Baca Juga: Ini yang perlu dilakukan pemerintah agar outlook S&P kembali stabil
“Namun tentunya kita harus mencermati dan memantau dengan saksama apakah langkah ini akan diikuti oleh S&P dengan menurunkan rating kita,” ujar Hans kepada Kontan.co.id, Minggu (19/4).
Sebab, ada dua tekanan utama yang sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini, yakni risiko global dan risiko dalam negeri yang meningkat.
Namun, bukan berarti tidak ada saham yang menarik untuk dicermati saat ini. Hans bilang, emiten sektor barang konsumsi (consumers good) dan emiten yang berhubungan farmasi serta kesehatan cukup oke untuk dicermati.
Di sisi lain, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai pemangkasan outlook oleh S&P ini menambah daftar sentimen negatif yang menerpa IHSG.
Baca Juga: Moody's kaji pangkas peringkat obligasi dijamin AS senilai US$ 22 miliar
Namun menurut Reza, pelaku pasar sudah sudah terbiasa (price in) dengan kondisi sekarang, dimana pelaku pasar akan menerima penilaian dari S&P tersebut.
“Untuk pengaruhnya terhadap IHSG, sentimen dari outlook S&P ini sudah price in. Pasar sudah menduga dan sudah memaklumi dengan kondisi seperti ini, yang mana pertumbuhan ekonomi pasti turun kemudian otomatis IHSG juga akan turun,” ujar Reza saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/4).
Selain itu, Reza menilai tekanan aksi jual yang dilakukan oleh investor (khususnya asing) sudah mereda dibandingkan ketika awal mula Covid-19 masuk ke Indonesia. Meredanya aksi jual juga berkaitan dengan sikap 'price in' pasar yang sudah terbiasa dengan kabar perkembangan kasus Covid-19.
Baca Juga: Corona Membuat Risiko Utang Emiten Perkebunan Kelapa Sawit (CPO) Naik
“Sekarang berita tentang pertumbuhan ekonomi yang melambat kemudian bertambahnya kasus corona sudah menjadi hal yang biasa. Jika aksi jual ini sudah bisa diredam, tekanan ke IHSG juga bisa berkurang,” sambung dia.
Ketika pasar sedang volatile seperti saat ini, Reza merekomendasikan saham barang konsumsi yang berkaitan dengan kebutuhan pokok dan saham yang berhubungan dengan kesehatan untuk investasi menengah panjang.
Investor sudah mulai bisa mencermati saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Indofarma Tbk (INAF), hingga saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).
Selain itu, saham perbankan bigcaps seperti saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga layak untuk dicermati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News