kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK Siapkan Aturan Laporan Aktivitas Menjaminkan Saham, Berikut Respons Pelaku Pasar


Selasa, 05 April 2022 / 20:34 WIB
OJK Siapkan Aturan Laporan Aktivitas Menjaminkan Saham, Berikut Respons Pelaku Pasar
ILUSTRASI. Aturan ini dibuat untuk menyesuaikan dengan praktik terbaik yang berlaku di negara lain.


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan aturan baru tentang Laporan Kepemilikan atau Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan Terbuka dan Aktivitas Menjaminkan Saham Perusahaan Terbuka. Saat ini, OJK sedang meminta tanggapan asosiasi terkait dan masyarakat umum atas Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tersebut.

Batas waktu pemberian tanggapan untuk RPOJK jatuh pada 20 Mei 2022. Beleid baru ini merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 11/POJK.04/2017 tentang Laporan Kepemilikan atau Setiap Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan Terbuka.

Berdasarkan draft RPOJK yang diunggah ke website resmi OJK, aturan ini dibuat untuk menyesuaikan dengan praktik terbaik yang berlaku di negara lain (international best practices). Ada sejumlah pihak yang wajib menyampaikan laporan kepemilikan atau setiap perubahan kepemilikan saham perusahaan terbuka kepada OJK.

Baca Juga: BEI Bakal Luncurkan Produk Waran Terstruktur, 2 AB Berkomitmen Jadi Penerbit

Pihak-pihak tersebut adalah anggota direksi, anggota dewan komisaris, pemegang saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM), dan pihak yang mengalihkan SHSM yang dimilikinya kepada badan hukum yang secara khusus dibentuk untuk penghimpunan dana bagi emiten yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas.

Pihak lainnya yang wajib membuat laporan kepemilikan atau setiap perubahan kepemilikan saham perusahaan terbuka adalah kelompok yang terorganisasi dengan total kepemilikan paling sedikit 5%, setiap pihak yang memiliki saham paling sedikit 5%, dan
setiap pihak yang kepemilikan sahamnya turun pertama kali menjadi di bawah 5%.

Beleid baru ini juga mengatur pelaporan untuk jenis transaksi lain yang dilakukan oleh pemegang saham yang belum tercakup dalam peraturan yang ada, seperti aktivitas menjaminkan saham yang dilakukan oleh pemegang saham perusahaan terbuka. Pelaporan itu wajib apabila yang bersangkutan menjaminkan saham perusahaan terbuka sampai dengan 5% atau lebih.

Baca Juga: Bisnis Gadai Efek Pegadaian Meningkat

Hal-hal yang ada dalam pelaporan tersebut mencakup nama, tempat tinggal, dan kewarganegaraan; nama saham perusahaan terbuka yang dijaminkan; jumlah saham dan persentase kepemilikan saham yang dijaminkan; nilai pinjaman dengan jaminan saham; jenis transaksi/kejadian yang mengakibatkan perubahan jumlah saham yang dijaminkan; tanggal perjanjian dan jangka waktu perjanjian aktivitas menjaminkan saham; nama pihak yang menerima jaminan saham; dan sifat hubungan afiliasi antar pihak yang melakukan aktivitas menjaminkan saham perusahaan terbuka, jika terdapat hubungan afiliasi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Samsul Hidayat menilai, pelaporan aktivitas menjaminkan saham memang diperlukan. Hal ini dilakukan supaya regulator dan investor yang lain dapat mengetahui kondisi status kepemilikan saham terkait.

Menurut Samsul, aktivitas menjaminkan saham yang ada selama ini menggunakan skema repurchase agreement (repo) dengan sell and buyback. Dalam repo, pemilik saham di atas 5% juga harus melaporkan perubahan kepemilikan, tetapi pelaporannya dibuat dalam status penjualan.

Baca Juga: Menakar Peluang dan Risiko Investasi Derivatif Saham AS

Sebagai informasi, repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu yang telah disepakati.

Namun, menurut Samsul, dalam praktiknya selama ini sering terjadi perselisihan antara pihak yang menjaminkan saham dengan pihak yang memegang jaminan. Pasalnya, pihak yang memegang jaminan menjual lagi sahamnya ke pihak lain. Lalu, pada hari jatuh tempo dan pihak yang menjaminkan ingin melakukan buyback, sahamnya tidak ada.

"Oleh karena itu, OJK perlu mengatur mengenai hal ini. Dengan begitu, regulator dan orang lain juga tahu bahwa sahamnya sedang dijaminkan," tutur Samsul saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/4). Pelaporan ini diperlukan supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan antara dua belah pihak.

Baca Juga: Menelusuri Segmen Bisnis yang Jadi Sumber Pendapatan Gojek Tokopedia (GOTO)

Ketua Lembaga Pendidikan & Pelatihan Pasar Modal (LP3M) INVESTA Hari Prabowo juga sangat mendukung adanya kewajiban pelaporan aktivitas menjaminkan saham bagi pemegang saham perusahaan terbuka dengan kepemilikan 5% atau lebih. Menurutnya, kewajiban pelaporan menjaminkan saham ini dapat mengurangi aktivitas "goreng-menggoreng" saham.

Pasalnya, dia menyinyalir adanya praktik goreng-menggoreng saham dengan menggunakan saham yang tengah dijaminkan ke pihak lain dengan skema repo. "Dengan saham-saham hasil pinjaman ini, para pihak yang menggoreng saham bisa melakukan penjualan lebih dulu untuk kemudian membeli lagi di harga lebih murah," ungkap Hari.

Tanpa adanya pelaporan aktivitas menjaminkan saham, pihak-pihak ini lebih bebas melakukan kegiatan tersebut. "Jadi, adanya peraturan bahwa setiap penjaminan atau pemindahan hak perlu dilaporkan saya setuju karena untuk menghindari penggunaan saham untuk manuver-manuver tertentu," ucap Hari.

Dia juga mengusulkan, laporan yang dikumpulkan ke OJK harus detail, mencakup tujuan penjaminan saham hingga jangka waktu penjaminannya. Laporan tersebut juga perlu ditindaklanjuti dengan pengecekan sehingga regulator tidak hanya sekadar menerima laporan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×