Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perlunya dibentuk self regulatory organization (SRO) untuk profesi perencana keuangan. Ini agar kinerja atau keberadaan financial planner dapat lebih tertib dan tidak merugikan investor maupun nasabah.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono yang akrab disapa Titu mengungkapkan profesi financial planner di Indonesia beroperasi berdasarkan sertifikasi yang diberikan oleh lembaga perencana keuangan yang terafiliasi dari luar negeri.
Sementara, di negara lain seperti Hong Kong dan Singapura, profesi perencana keuangan sudah diatur berdasarkan SRO. Sehingga, kinerja financial planner harus tunduk pada ketentuan dan aturan SRO.
"Jadi saya rasa perlu untuk mengeluarkan SRO, supaya kinerja financial planner lebih tertib. Financial planner adalah ahli yang memberikan saran untuk investasi atau jika ada masalah keuangan seperti utang. Jadi sifatnya betul-betul advisatory. Kalau sudah menjadi penghimpun atau penerima dana investor atau masyarakat seperti praktik bank kustodian, itu sudah beyond (diluar) tugas financial planner," tegas Titu.
Lebih lanjut Titu menjelaskan, jika tugas perencana keuangan sudah serupa dengan manajer investasi, maka yang bersangkutan memerlukan izin dan memenuhi aturan serta ketentuan manajer investasi yang telah ditetapkan oleh OJK.
Menurut Titu, kasus penipuan investasi yang menimpa artis Ferdy Hasan yang diduga dilakukan oleh perencana keuangan, bukan berada di bawah pengawasan OJK. "Aturan financial planner itu tidak di bawah OJK," jelas Titu.
Hingga saat ini, profesi perencana keuangan ini dinilai berada di wilayah yang abu-abu. Informasi saja, menurut OJK, penasihat investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
Adapun, pemberian nasihat kepada pihak lain yang dimaksud itu, mencakup pemberian nasihat yang dilakukan secara lisan atau tertulis, termasuk melalui penerbitan dalam media massa.
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor V.H.1, ada beberapa perilaku yang dilarang bagi penasihat investasi. Diantaranya, meminta imbalan yang sangat tinggi dibandingkan dengan imbalan yang diminta oleh penasihat investasi lain yang memberikan jasa yang sama tanpa memberitahukan kepada nasabah bahwa terdapat pilihan pemberi jasa yang lain.
Kemudian, penasihat investasi dilarang menjanjikan suatu hasil tertentu yang akan dicapai apabila nasabah mengikuti nasihat yang diberikan. Memberi saran kepada nasabah yang berkaitan dengan pembelian, penjualan atau pertukaran dari efek tanpa dasar pemikiran yang rasional pun tidak diperkenankan.
Selain itu, penasihat investasi tak boleh mengabaikan untuk mengungkapkan secara tertulis kepada nasabah sebelum nasihat diberikan. Nasihat yang dimaksud yakni terkait benturan kepentingan dari penasihat investasi yang dapat mengurangi objektivitas dari nasihat tersebut.
Penasihat investasi juga dilarang keras mengelola dana dari nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News