Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejumlah surat utang mengantri masuk pasar modal. Setidaknya, ada empat surat utang senilai Rp 3,46 triliun yang siap dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pertama, obligasi berkelanjutan I Maybank Finance tahap III senilai Rp 1,1 triliun. Ada dua seri. Seri A senilai Rp 800 miliar dengan tingkat bunga 8,3% per tahun dan tenor tiga tahun. Sedangkan seri B senilai Rp 200 miliar dengan kupon 8,8% per tahun dengan tenor lima tahun.
Kedua, PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat juga menerbitkan obligasi berkelanjutan I tahap II senilai Rp 450 miliar. Obligasi bertenor lima tahun ini membagikan kupon 9% per tahun.
Ketiga, obligasi berkelanjutan II Bank CIMB Niaga tahap I senilai Rp 1 triliun yang diterbitkan dalam tiga seri. Seri A diterbitkan sejumlah Rp 432 miliiar dan membagikan kupon 7,25% per tahun. Seri ini memiliki tenor satu tahun. Seri B senilai Rp 368 miliar membagikan kupon 8% per tahun dan memiliki tenor tiga tahun.
Lalu ada seri C dengan nilai Rp 165 miliar dengan kupon 8,25% per tahun bertenor lima tahun.
Untuk sisa pokok obligasi yang ditawarkan sebanyak-banyaknya Rp 35 miliar akan dijamin dengan kesanggupan terbaik (best effort). Ketiga obligasi anyar tersebut rencananya akan dicatatkan di BEI pada 4 November 2016 mendatang.
Keempat, ada efek beragun aset berbentuk surat partisipasi (EBA SP) PT Sarana Multigriya Financial (SMF)-Bank Tabungan Negara (BTN) senilai Rp 913 miliar yang ikut meramaikan pasar modal. Instrumen ini diterbitkan dalam dua seri. Seri A senilai Rp 400 miliar memberi kupon 8,15% per tahun. Seri B senilai Rp 513 miliar mematok kupon 8,75% per tahun.
Head of Fixed Income Indomitra Securities Maximilianus Nico Demus mengatakan instrumen tersebut menarik karena menawarkan kupon tinggi. Contohnya, obligasi Maybank Finance memberikan kupon tinggi sebagai kompensasi dari naiknya risiko bisnis multifinance di tengah perlambatan daya beli.
Obligasi Bank Sulselbar juga bisa dilirik karena kuponnya menarik. "Selain itu, bank ini memiliki posisi sebagai bank daerah dengan pertumbuhan yang baik," ujar Nico.
Sementara EBA SP diprediksi kurang menarik karena tidak diikuti dengan sosialisasi yang baik. Hal tersebut masih menjadi kendala penerbitan EBA SP hingga saat ini.
Nico memperkirakan emiten akan menahan penerbitan obligasi di kuartal IV. Alasannya, ada potensi yield obligasi pemerintah yang menjadi acuan obligasi korporasi naik. Akibatnya, cost of fund penerbitan obligasi akan meningkat.
"Namun hanya jangka pendek, karena bila melihat fundamental Indonesia yang baik, investasi obligasi masih memiliki daya tarik," ujar dia.
Head of Fixed Income Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan penerbitan obligasi korporasi tahun depan bisa menembus angka di atas Rp 90 triliun. Pemicunya adalah penurunan yield SUN serta banyak obligasi yang akan jatuh tempo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News