Reporter: M. Khairul, Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasar obligasi diprediksi bakal melanjutkan penguatan terbatas di pekan ini. Tekanan dari zona euro, terutama hasil pemilihan anggota parlemen di Yunani, akan menyetir harga obligasi di awal pekan.
Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Sekuritas, mengatakan, jika pemenang pemilu Yunani adalah partai anti-bailout, ada spekulasi Yunani keluar dari zona euro. Situasi itu akan membuat nilai tukar euro melemah.
Implikasinya, credit default swap (CDS) di emerging market, termasuk Indonesia, akan naik. "Kenaikan ini menunjukkan persepsi risiko obligasi di negara emerging market meningkat sehingga harga turun," tutur dia.
Namun, pada pertengahan minggu ini, harga obligasi bisa kembali naik, setelah ada pertemuan seluruh gubernur bank sentral di Amerika Serikat (AS), Federal Open Market Committee (FOMC).
Pertemuan ini akan membahas quantitative easing (QE) akan dilanjutkan atau tidak. Banyak pelaku pasar yang berspekulasi The Fed akan melanjutkan QE.
Jika AS memutuskan menggelontorkan stimulus, rupiah bisa menguat dan harga obligasi di dalam negeri akan naik. "Dalam sepekan ini yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun diprediksi akan berada di kisaran 6,4% - 6,5%," ujar dia.
Sinyal membeli
Indeks Inter Dealer Market Association (IDMA), sebagai acuan harga obligasi pemerintah, akhir pekan lalu (15/6) menguat tipis 0,15% menjadi 106,22 dari hari sebelumnya 106,03, Kamis (14/6). Jika dibanding awal pekan (11/6), harga obligasi pemerintah pun menguat dari 105,99.
Namun sejak awal bulan ini hingga Selasa (12/6), kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penurunan. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI, mencatat kepemilikan asing turun menjadi Rp 222,90 triliun, dari Rp 224,09 triliun.
Lana menilai, kenaikan harga Surat Utang Negara (SUN) pada pekan lalu, menunjukkan permintaan terhadap obligasi masih tinggi. Namun, apresiasi boleh jadi hanya sementara, karena alasan penguatan adalah teknikal. Para investor memanfaatkan posisi nilai rupiah yang sedang melemah terhadap dollar AS.
Imam MS, analis pasar modal, memiliki pendapat serupa. Harga SUN akan volatile dengan kecenderungan menguat tipis selama pekan ini. Bank-bank sentral dunia sudah bersiap-siap mengambil langkah lanjutan untuk menstabilkan ekonomi setelah pemilu Yunani selesai.
Tapi banyak yang pesimistis terhadap dampak aksi yang akan dilakukan bank sentral negara-negara Eropa. “Secara umum langkah-langkah ini hanya akan menenangkan pasar sementara," terang dia.
Pengamat obligasi NC Securities I Made Adi Saputra, mengatakan, harga obligasi juga akan terpengaruh lelang SUN yang akan dilakukan pada Selasa mendatang. Dia menduga, lelang obligasi pemerintah itu, tidak akan semarak. Penyebabnya, pasar masih menanti kepastian dari kemelut krisis utang di Eropa.
Made memprediksi, kisaran harga obligasi untuk seri benchmark bertenor 10 tahun berada di rentang 111,5-112,5. "Pergerakan kenaikan harga obligasi lainnya tidak akan terlalu besar, namun cenderung menguat," tandas dia.
Kamis (14/6), pemerintah melakukan langkah pembelian kembali (buyback) obligasi negara untuk mengerek harga obligasi. Menurut Imam, hal ini menunjukkan pemerintah masih cukup yakin dengan performa obligasi Indonesia.
Buyback menjadi sinyal bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Prospek obligasi masih bagus, harga masih murah, ini menjadi sinyal untuk membeli,” tuturnya. Penguatan yang sifatnya sementara, juga pertanda investor mencari safe-haven.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News