Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi dan emas kembali memberikan imbal hasil tertinggi hingga kuartal III-2019. Berdasarkan PT Penilai Harga Efek Indonesia, Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang mengukur kinerja pasar obligasi mencetak kenaikan kinerja 15,54% di sepanjang kuartal III-2019.
Di posisi kedua, harga emas batangan bersertifikat di Logam Mulia milik PT Aneka Tambang (ANTM) tercatat naik Rp 94.000 atau naik 14% di periode yang sama.
Sementara, indeks harga saham gabungan (IHSG), di periode yang sama turun 0,40%. Kompak rata-rata kinerja rekasadana saham yang tercermin dalam Infovesta Equity Fund Index 90 juga masih berkinerja turun 6,35%.
Namun, kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap yang tercermin dalam Infovesta Fixed Income Fund Index 90, menguat 8,29%. Sementara, instrumen valas USD/IDR tercatat beri keuntungan 1,35%.
Head of Research & Consulting Service Infovesta Utama Edbert Suryajaya melihat kinerja pasar obligasi sudah sangat baik. Kinerja unggul tersebut tersokong dari penurunan suku bunga baik di domestik maupun global.
Namun, kinerja pasar saham loyo karena tertekan sentimen eksternal yang menimbulkan banyak ketidakpastian. "Untuk yang berinvestasi di pasar saham dan berharap kinerja pasar saham harusnya lebih tinggi dari pasar obligasi kondisi kinerja hingga kuartal III-2019 termasuk mengecewakan," kata Edbert, Kamis (3/10).
Sementara, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi merasa cukup puas dengan kinerja pasar keuangan hingga kuartal III-2019. Reza mengatakan ia berhasil catat imbal hasil pada reksadana hingga belasan persen.
Reza menilai pasar terlalu berlebihan dalam merespon risiko resesi. Menurutnya, di tahun depan yang mungkin terjadi adalah perlambatan ekonomi global bukan resesi global. Tak heran bila harga emas menguat cukup tinggi karena kekhawatiran resesi tersebut.
Bila kekhwatiran pasar berlanjut maka harga emas masih berpotensi naik karena investor pindah ke aset safe haven berupa emas.
Agustina Fitria Aryani, Financial Planner Head OneShildt Financial menyarankan jika ingin berinvestasi emas saat ini baiknya ditujukan untuk investasi jangka panjang sekitar tiga hingga lima tahun.
Melihat kinerja instrumen investasi hingga kuartal III-2019, Agustina menyarankan bagi investor konservatif bisa masukkan dana 10%-15% di instrumen reksadana pasar uang atau deposito. Porsi saham bisa dialokasikan hanya 30% dan sisanya berada di reksadana pendapatan tetap, reksadana terproteksi atau obligasi.
Sementara, bagi investor moderat bisa alokasikan 40% ke saham, 50% di reksadana pendapatan tetap dan 10% di reksadana pasar uang.
Sedangkan, investor agresif bisa menaruh 50% dana pada saham atau reksadana saham, 40% di instrumen berbasis obligasi dan 10% reksadana pasar uang atau deposito.
Reza berpendapat investor agresif bisa memilih saham dengan fundamental kuat dan kinerja keuangan yang positif.
"Pasar saham masih didukung sentimen stabilnya rupiah dan turunnya harga minyak serta risiko perlambatan ekonomi karena perang dagang yang berpotensi menguntungkan emerging market," kata Reza.
Sedangkan investor moderat bisa tambahan porsi reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang dengan komposisi 50% di reksadana saham, 30% di rekasadana pendapatan tetap dan 20% di reksadana pasar uang.
Edbert menambahkan untuk investasi jangka panjang pasar saham saat ini menarik dipilih karena secara valuasi banyak saham murah dan menarik. Namun, kesabaran sangat diperlukan karena risiko belum tentu naik dalan jangka waktu dekat di depan mata. Apalagi ekonomi global di tahun depan diperkirakan masih lesu.
Untuk tujuan investasi jangka pendek hingga menengah baiknya investor pertimbangkan instrumen berbasis obligasi. "Ekonomi lesu biasanya akan ditopang dengan kebijakan suku bunga yang ekspansif, dengan begitu potensi capital gain dari surat utang bisa diraih," kata Edbert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News