Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex menempuh sejumlah langkah untuk membenahi kinerja keuangan, sembari menyelamatkan eksistensi sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sehubungan potensi delisting terhadap emiten tekstil bersandi saham SRIL ini.
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, mengungkapkan pihaknya telah menjalankan komunikasi intensif dengan otoritas bursa. Welly menegaskan persoalan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah selesai.
"Persoalan terakhir terkait peninjauan kembali dari salah satu kreditur sudah ditolak oleh Mahkamah Agung. Jadi tidak ada lagi kasus di tingkat PKPU," kata Welly dalam paparan publik yang digelar secara virtual, Jum'at (26/5).
Hanya saja, SRIL masih harus menyelesaikan proses restrukturisasi anak usaha yang berlangsung di Singapura serta menyelesaikan pengakuan PKPU di New York, Amerika Serikat (AS). Sayangnya, proses tersebut tidak bisa dituntaskan secara instan.
SRIL mengestimasikan proses ini selambat-lambatnya selesai pada akhir tahun 2024. "Proses hukum dan lain-lain di luar kontrol dari Perseroan. Kami akan aktif memberikan informasi kepada BEI dan investor, sekiranya proses dan perkembangan di Singapura dan AS bisa lebih cepat dari yang kami perkirakan batas waktunya," terang Welly.
Baca Juga: AS Dihantui Resesi, Sritex (SRIL) Fokus Alihkan Pasar Ekspor ke Asia dan Afrika
Sekadar mengingatkan, masa suspensi saham SRIL sudah mencapai 24 bulan pada 18 Mei 2023, sehingga BEI memperingatkan adanya potensi delisting. Saat ini SRIL masih menjadi saham tidur dengan harga terakhir di level Rp 146 per lembar.
Direktur Independen Sritex, Regina Lestari Busono, memastikan penyelesaian restrukturisasi menjadi prioritas. SRIL pun sudah mencadangkan cash flow yang cukup untuk pembayaran bunga pinjaman agar bisa sesuai jadwal.
"Kami memfokuskan inisiatif seperti dalam efisiensi working capital untuk membuat cash flow lebih sehat. Kami berharap tahun ini EBITDA bisa kembali positif," kata Regina.
Strategi Bisnis Sritex
Welly melanjutkan, prioritas SRIL di tahun ini belum untuk meraih laba bersih. SRIL ingin lebih dulu menyehatkan cash flow dan performa EBITDA untuk operasional bisnis dan memastikan kecukupan dana membayar kewajiban sesuai homologasi yang disepakati.
Secara bisnis, kinerja SRIL pun masih dibayangi oleh dinamika makro ekonomi dan geopolitik global. Penjualan SRIL per kuartal I-2023 ambles 52% secara tahunan (YoY) dari US$ 181,36 juta menjadi US$ 86,91 juta.
Penjualan ke pasar ekspor maupun lokal SRIL kompak merosot dalam periode tiga bulan awal 2023. Penjualan ekspor anjlok 55,16% (YoY) menjadi US$ 41,06 juta, sedangkan lokal menurun 48,92% (YoY) menjadi US$ 45,85 juta.
Secara geografis, penjualan SRIL turun paling dalam di wilayah Eropa imbas dari konflik Rusia dan Ukraina. Sentimen ini merembet ke wilayah lainnya seperti Amerika, Australia, dan Afrika. "Untuk Asia kondisi lebih baik, turun tapi tidak sebesar Eropa," ungkap Welly.
Meski begitu, pada kuartal I-2023 SRIL sukses memangkas kerugian. SRIL menanggung rugi bersih sebesar US$ 9,92 juta, turun 74,94% dibandingkan kuartal I-2022 dengan kerugian US$ 38,97 juta.
Hal ini didorong oleh penurunan signifikan harga pokok penjualan dari US$ 192,44 juta menjadi US$ 82,54 juta. Margin laba kotor SRIL pun bergerak positif dari -6,11% menjadi 5,02%. Sehingga margin kerugian terpangkas dari -21,49% menjadi -11,42%.
Mempertimbangkan kinerja pada kuartal pertama dan situasi global yang masih tak menentu, Welly optimistis SRIL bisa mengamankan penjualan sekitar US$ 380 juta sepanjang tahun 2023. "Kami akan melakukan review berkala. Di semester kedua kami harapkan tumbuh lebih baik," tandas Welly.
Baca Juga: Sri Rejeki Isman (SRIL) Berharap Impor Produk Tekstil Ilegal Bisa Ditertibkan
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto menegaskan, SRIL berkomitmen agar homologasi yang sudah menjadi kesepakatan dengan kreditur bisa berjalan dengan baik. Berbarengan dengan itu, pada tahun ini SRIL akan fokus menerapkan lima strategi prioritas.
Meliputi bidang sumber daya manusia, keuangan, pemasaran, produksi dan pengadaan, serta hal umum yang mencakup strategi adaptasi terhadap dinamika ekonomi. SRIL juga memperkuat digitalisasi proses bisnis, penetrasi pasar, meningkatkan daya saing, serta efisiensi.
"Komponen penting dari struktur biaya adalah pengendalian harga raw material dan biaya-biaya lainnya seperti energi. Itu yang kami evaluasi supaya kinerja ke depan bisa lebih baik lagi," tandas Iwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News