kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Nilai emisi efek 2019 diestimasi sekitar Rp 170 triliun


Minggu, 18 November 2018 / 12:05 WIB
Nilai emisi efek 2019 diestimasi sekitar Rp 170 triliun
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dupla Kartini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - SURAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengestimasikan nilai emisi efek di pasar modal pada 2019 tidak akan jauh berbeda dibandingkan dengan realisasi emisi tahun ini. Kondisi market di dalam negeri masih dibayangi ketidakpastian global dan tren suku bunga tinggi.

Sebagai gambaran, total emisi efek periode year to date (ytd) hingga 9 November 2018 mencapai Rp 154,09 triliun. Jumlah itu berasal dari 51 penawaran perdana saham kepada publik alias initial public offering (IPO) dan 68 emisi surat utang. Selain itu, di sisa tahun ini, masih ada potensi tambahan nilai emisi sekitar Rp 12 triliun. Dalam pipeline OJK, tercatat 15 rencana IPO dan 11 emisi surat utang hingga tutup tahun ini.

Jika semua pipeline terealisasi, total nilai emisi efek pada tahun ini di kisaran Rp 166 triliun. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan realisasi emisi tahun lalu yang mencapai Rp 254,50 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, ketidakpastian global masih akan ada pada tahun depan. Meski begitu, kondisi pasar modal juga akan tergantung pertumbuhan ekonomi nasional dan performa korporasi alias emiten.

Mengacu asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2019 masih di kisaran yang sama dengan tahun ini, yaitu sekitar 5,3%. Artinya, ekonomi disinyalir tidak memburuk. Sejauh ini, asing mengapresiasi kemampuan Indonesia mengelola ketidakpastian. Bahkan, laba komprehensif emiten-emiten di BEI tahun ini masih tumbuh sekitar 5,4%.

Meski begitu, Hoesen tidak menampik ada potensi penurunan untuk emisi obligasi baru pada 2019, seiring tren kenaikan suku bunga acuan BI. Seperti diketahui, bank sentral kembali mengerek bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6,00% pada pekan lalu. Potensi kenaikan bunga masih terbuka, sebab The Federal Reserves masih berencana menaikkan suku bunga bertahap pada tahun depan.

"Sehingga nilai emisi efek 2019 paling tidak sama dengan tahun ini, konservatif di kisaran Rp 170 triliun. Tentu dengan harapan bisa lebih baik," kata Hoesen di Surakarta, akhir pekan ini.

Target emiten pendatang baru alias IPO pada tahun depan juga dipatok sama dengan target 2018. Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, target tidak dikurangi sekalipun tahun depan ada hajatan politik. "Harapan kami bisa di atas 35 IPO, didasarkan pencapaian tahun ini yang sudah melampaui target," kata dia di Surakarta, akhir pekan ini.

Bursa optimistis bisa menggaet emiten anyar, salah satunya melalui penambahan penambahan papan akselerasi. Papan itu akan melengkapi dua board yang ada saat ini, yaitu papan utama dan papan pengembangan. Tujuan pembuatan board akselerasi untuk mendorong IPO perusahaan skala kecil menengah atau small medium enterprise (SME).

Emiten yang belum bisa masuk papan utama dan pengembangan bisa listing di papan akselerasi. "Persyaratannya akan lebih ringan. Diharapkan board akselerasi bisa segera meluncur, " imbuh Inarno.

Alternatif tenor pendek

Potensi penurunan emisi obligasi korporasi bukan semata-mata karena pertimbangan suku bunga tinggi. Menurut Hoesen, ada kemungkinan emiten masih memiliki dana yang cukup dari hasil penerbitan surat utang sebelumnya. "Hasil fund raising 2017 cukup besar, belum tentu sudah digunakan oleh emiten untuk ekspansi, sehingga tidak urgent menggalang dana lagi," papar dia.

Di samping itu, emiten yang punya rencana ekspansi bisnis di 2019, mungkin akan tetap mencari pendanaan melalui surat utang, namun tenornya lebih pendek, seperti surat utang jangka menengah alias medium term notes (MTN). "Misalnya, yang tadinya mau terbitkan tenor lima tahun, diperpendek jadi hanya tiga tahun," imbuh Hoesen.

Tahun depan, MTN memang akan masuk menjadi instrumen di BEI. Semua surat utang bertenor mulai 1 tahun ke atas dikategorikan sebagai efek utang. Hanya, yang membedakannya dengan obligasi yakni dari cara penawarannya. Obligasi alias bond akan melalui skema penawaran umum, sedangkan MTN berupa non penawaran umum kepada publik. Untuk itu, aturan terkait non penawaran umum sedang disiapkan. "Kami akan atur ini supaya lebih transparan bagi calon investor," ungkap Hoesen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×