Reporter: Yuliani Maimuntarsih | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Harga nikel kembali mengalami tekanan. Hal ini disebabkan adanya pernyataan Janet Yellen, Ketua Federal Reserve (Fed) yang memutuskan pengurangan stimulus lanjutan hingga bulan September mendatang.
Selain itu, The Fed juga mewacanakan untuk menaikkan suku bunga di pertengahan tahun depan. Akibatnya, harga nikel untuk kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun menjadi US$ 15.840 per metrik ton, atau turun 2,97% dari perdagangan sebelumnya.
Sedangkan, harga nikel tumbuh 13,95% dari akhir tahun 2013 yakni 13.900 per metrik ton. "Selain tersengat kabar dari the Fed, pemicu penekanan harga yakni kondisi ekonomi china yang terus melambat bahkan sudah ada beberapa perusahaan yang mengaku bermasalah," kata Ibrahim, analis komoditas dan pasar uang baru-baru ini.
Secara fundamental, Ibrahim mengaku, penurunan harga karena perlambatan ekonomi di China yang membuat harga nikel tak mampu menguat tajam. Maklum, China merupakan importir terbesar dunia selain Amerika Serikat (AS). "Selain itu, ketegangan di Ukraina menjadi alasan tertekannya harga nikel dan komoditas lain juga," tambahnya.
Secara teknikal Ibrahim bilang, 20% harga di atas bollinger bawah, yang artinya ini negatif dan harga masih berpeluang untuk menurun. Sedangkan, stochastic berada di level 75% dan MACD di level 65% yang juga masih negatif.
Namun, RSI berada di level 70% yang berarti positif artinya ada kemungkinan besar harga nikel akan mengalami kenaikan terbatas. Kedepannya, Ibrahim memprediksi harga nikel masih akan melemah di kisaran US$ 15.730 hingga US$ 15.865 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News