Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga saham PT San Nusapersada Tbk (PTSN) makin menarik sejak awal tahun. Dalam sepekan, harga saham emiten pabrikan produk gawai ini melonjak 24,73% ke level Rp 580 per saham hingga Senin (8/7).
Pada Kamis (4/7) lalu, harga saham PTSN mencapai level tertinggi sejak 3 Januari 2019, yakni pada level Rp 625 per saham. Kamis pekan lalu, saham PTSN resmi diperdagangkan di harga baru setelah stock split dengan rasio 1:3. PTSN memecah nilai nominal saham Rp 150 per saham menjadi Rp 50 per saham.
Lantas bagaimana prospek saham PTSN pasca stock split?
Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki Yamani menilai, prospek saham PTSN masih baik. Analis MNC Sekuritas Victoria Venny Nawang pun menyebutkan bahwa PTSN masih menjadi emiten yang prospektif.
Achmad mengatakan, PTSN memiliki prospek yang baik seiring kebijakan pemerintah perihal tingkat komponen dalam negeri (TKDN). “Blokir IMEI yang direncakan akan mulai berjalan pada 17 Agustus 2019, juga bisa menjadi katalis positif bagi emiten ini,” kata Achmad kepada Kontan.co.id, Jumat (5/7).
Senada dengan Achmad, Victoria memaparkan bahwa prospek bisnis PTSN cerah. Perkembangan teknologi komunikasi dan pertumbuhan handset (ponsel pintar) menjadi sebabnya.
Victoria menambahkan bahwa perluasan ekspor produk dan komponen elektronik PTSN akan menjadi faktor pendukung peningkatan kinerja PTSN. “Apalagi produksi komponen elektronik dari PTSN mencapai 30%,” kata Victoria pada waktu yang sama.
Dia menyatakan, bisnis PTSN sebagai penyedia komponen ternama di Indonesia dapat meningkat jika pemerintah menaikkan ketentuan TKDN. Victoria menilai, produk PTSN cukup kuat di pasar.
Apalagi, PTSN memproduksi produk smarthome router untuk pasar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun. Ada pula kerja sama untuk pesanan perusahaan asal Taiwan, Pegatron Corporation pada tahun 2018 lalu. "Produk PTSN sudah memenuhi standar untuk diperdagangkan di sejumlah negara maju. Jadi cukup kuat," tutup Victoria.
Sepanjang 2018, Victoria mencatat pertumbuhan laba per saham (EPS) yang positif. “EPS PTSN naik dari US$ 0,0003 menjadi US$ 0,00680,” kata Victoria.
Meski begitu, Achmad mengatakan bahwa secara fundamental pertumbuhan laba PTSN masih bisa lebih baik. Menurut Achmad, pertumbuhan pendapatan PTSN memang terbilang bagus, tapi efisiensinya masih menjadi beban. “Harga pokok pendapatan (HPP) PTSN yang masih tinggi menyebabkan laba perusahaan kurang maksimal,” ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan PTSN, pendapatan di kuartal I 2019 melonjak 261,67% menjadi US$ 81,45 juta dari periode yang sama tahun lalu di level US$ 22,52 juta. Sedangkan, laba bersih PTSN merosot 74,83% ke US$ 166.290 dari sebelumnya US$ 660.668.
Achmad dan Victoria lebih merekomendasikan saham ini untuk diperjualbelikan dalam rentang short-term. "Untuk long term, lebih baik wait and see dulu,” tandas Achmad. Untuk itu, Achmad merekomendasikan trading buy dengan target harga Rp 740 per saham.
Dari segi likuiditas Achmad menyebut bahwa saham PTSN cukup memadai untuk diperjualbelikan secara short-term. Meski begitu ia juga menggarisbawahi bahwa likuiditas emiten ini tergantung dengan berita dan kebijakan (news dan event). “Pergerakan sahamnya banyak dipengaruhi berita berita seperti kerja sama dengan Pegatron atau pun kebijakan pemerintah terkait TKDN dan blokir IMEI,” kata Achmad.
Sedangkan, bagi Victoria, likuiditas PTSN masih dapat meningkat. “Terlebih apabila emiten ini meningkatkan kinerja dengan memperbesar porsi ekspor,” tutup Victoria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News