Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim rilis laporan keuangan semester I-2024 mulai bergulir. Hingga akhir pekan ini, setidaknya sudah lebih dari 120 emiten yang melaporkan realisasi kinerja separuh pertama tahun ini.
Dari jumlah tersebut, ada 10 emiten konstituen indeks saham blue chip LQ45 yang sudah melaporkan kinerja keuangan periode enam bulan. Hasilnya bervariasi. Sebagai contoh, ada PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang pendapatan dan laba bersihnya kompak menanjak.
AMMN membukukan penjualan bersih sebesar US$ 1,54 miliar atau melejit 166,76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY). Dari jumlah tersebut, AMMN meraih laba bersih senilai US$ 475,25 juta atau terbang hingga 300% (YoY).
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) juga berhasil mendongkrak perolehan top line dan bottom line. Penjualan SIDO naik 14,54% (YoY) menjadi Rp 1,89 triliun, sementara laba bersihnya tumbuh 35,79% (YoY) menjadi Rp 608,49 miliar.
Lonjakan laba juga dialami PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA), yang meraih laba bersih US$ 20,59 juta atau melonjak 418,63%. Tapi, peningkatan keuntungan ini terjadi ketika pendapatan ESSA menyusut 9,85% (YoY) menjadi US$ 151,61 juta.
Baca Juga: IHSG Diprediksi Menguat Terbatas pada Senin (29/7), Berikut Saham yang Bisa Dicermati
Kinerja top line dan bottom line PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) juga tak sejalan. Pendapatan PGEO turun tipis 1,43% (YoY) jadi US$ 203,76 juta, meski masih mampu mendongkrak laba bersih sebanyak 3,77% (YoY) menjadi US$ 96,27 juta.
Sedangkan penurunan kinerja dialami PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Penjualan bersih merosot 6,16% (YoY) menjadi Rp 19,04 triliun, sedangkan laba UNVR melorot 10,8% (YoY) menjadi Rp 2,46 triliun.
Kinerja PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) juga merosot, denga penurunan laba bersih 2,71% menjadi Rp 1 triliun ketika pendapatan turun 6% jadi Rp 18,65 triliun. Namun AKRA memberikan pemanis berupa dividen interim sebesar Rp 986,85 miliar atau Rp 50 per saham.
Dari emiten perbankan, kinerja PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih mentereng dengan kenaikan laba bersih 11,06% (YoY) menjadi Rp 26,87 triliun. Sementara laba bersih PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) tumbuh tipis 0,95% (YoY) menjadi Rp 29,70 triliun pada semester I-2024.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menilai level kinerja yang bervariasi di semester I-2024 ini masih terbilang wajar. Ratih menyoroti tingkat perolehan pendapatan dan laba emiten yang beragam meski bergerak dalam sektor yang sama.
Hal itu terjadi karena setiap emiten memiliki respons dan risiko bawaan (inherent risk) yang berbeda. Ratih mencontohkan antara BBCA dan BBRI yang membukukan tingkat laba berbeda di tengah iklim suku bunga yang masih tinggi.
"Karena nature of a business-nya berbeda. BBRI menyalurkan kredit ke segmen UMKM, sedangkan BBCA memiliki porsi kredit lebih banyak ke korporasi. Sehingga kualitas aset BBCA lebih baik untuk menopang profitabilitas," kata Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (28/7).
Faktor lain yang memengaruhi kinerja emiten pada semester I-2024 adalah kemampuan dalam mengelola biaya. Khususnya ketika terdampak oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada kuartal kedua.
Baca Juga: IHSG Diprediksi Menguat Terbatas pada Senin (29/7), Berikut Saham yang Bisa Dicermati
Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah menambahkan, pelaku pasar utamanya akan mencermati rilis kinerja semester I-2024 untuk dua tujuan. Yakni sebagai indikasi sejauh mana emiten bisa memperbaiki kinerja dibanding kuartal pertama, serta mengukur realisasi kinerja dengan target manajemen untuk tahun ini.
Dampak ke IHSG
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menilai realisasi kinerja emiten di semester I-2024 sejauh ini sesuai ekspektasi. Namun William menaksir dampak musim rilis laporan keuangan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak akan terlalu signifikan.
Rilis kinerja bukan menjadi satu-satunya sentimen yang bisa menggerakkan IHSG. Sebab, ada faktor eksternal yang juga dapat menjadi sentimen kuat sebagai penentu arah pasar saham, seperti efek dari Pemilihan Presiden AS serta penantian terhadap pemangkasan suku bunga.
Hal itu membuat laju IHSG pada semester II-2024 masih bergerak dinamis. Adapun, saat ini penguatan IHSG cenderung mulai terbatas setelah tren penguatan sejak akhir Juni. Di tengah musim rilis laporan keuangan, William memperkirakan IHSG masih akan bergerak dalam rentang support 7.200 dan resistance 7.354 sampai akhir bulan Juli.
Fath menimpali, faktor penting yang akan memengaruhi gerak IHSG di tengah musim laporan keuangan adalah aliran dana dari investor asing (capital inflow). Menurut Fath, IHSG berpotensi bergerak dalam rentang 7.300 - 7.400, dan berpeluang menyentuh level all time high jika inflow kembali deras.
Fath menyarankan untuk fokus pada saham emiten yang membukukan perbaikan kinerja atau tumbuh secara konsisten dalam laporan keuangannya. Pelaku pasar juga bisa mencermati peluang dari sektor yang diuntungkan atas pemangkasan suku bunga acuan seperti properti dan teknologi.
Baca Juga: Saham ASII Menggusur BBNI di Posisi 10 Big Caps Menjelang Akhir Juli
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo sepakat untuk terlebih dulu fokus pada emiten yang mencapai lompatan kinerja pada semester I-2024. Sebab, lonjakan kinerja bisa menjadi sentimen positif yang mendongkrak harga sahamnya.
Secara sektoral, Wisnu mengamati saham emiten kelapa sawit (CPO) punya prospek menarik. Ia memproyeksikan mayoritas emiten CPO bisa memperbaiki kinerja.
Sedangkan dari sisi pasar secara umum, Wisnu melihat target kenaikan IHSG untuk mencapai level 7.600 - 7.800 pada akhir tahun 2024 masih terbuka.
Sementara dalam jangka pendek hingga sepekan ke depan, Ratih memperkirakan, IHSG akan bergerak mixed cenderung menguat terbatas dengan support 7.170 dan resistance 7.380. Ratih menyodorkan trading plan dengan menyematkan rekomendasi buy pada saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).
Target harga untuk TLKM berada di level Rp 3.300 dan Rp 2.580 untuk BRIS. Selain kedua saham LQ45 ini, Ratih merekomendasikan saham PT Adaro Mineral Indonesia Tbk (ADMR) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dengan target harga masing-masing di Rp 1.380 dan Rp 448.
William menjagokan saham BBCA, AKRA, ESSA dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Sedangkan Fath melirik saham perbankan, TLKM, serta PT Astra International Tbk (ASII) yang dinilai masih undervalued.
Fath melihat saham TLKM dan ASII berpotensi rebound jika kinerja kuartal kedua menunjukkan prospek perbaikan. Saham lain yang bisa dicermati adalah BBRI dengan potensi kenaikan paling tinggi di antara saham big four bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News