Reporter: Petrus Sian Edvansa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Batubara cenderung menguat dalam beberapa hari terakhir. Analis memperkirakan penguatan itu akan terus berlanjut. Permintaan yang meningkat jelang musim dingin menjadi katalisnya.
Mengutip Bloomberg, Jumat (21/10) harga batubara kontrak pengiriman Desember 2016 di ICE Future Exchange mampu mendaki sebesar 3,59% ke level US$ 93,75 per metrik ton setelah pada penutupan hari sebelumnya ditutup di level US$ 90,50 per metrik ton.
Sedangkan bila dihitung selama sepekan, harga batu bara melonjak lebih jauh lagi sebesar 7,39% setelah pada Jumat (14/10) ditutup di level US$ 87.30
Ibrahim, direktur Garuda Berjangka menilai perbaikan harga batubara sepekan terakhir dipicu oleh musim dingin yang semakin mendekat sehingga menyebabkan pasar global membutuhkan lebih banyak sumber energi semacam batubara.
"India, Amerika Serikat (AS), dan Eropa membutuhkan cadangan batubara cukup banyak. Jangan heran jika ekspor Australia meningkat," kata dia.
Meskipun demikian, impor batubara di China pada bulan September lalu tercatat menurun. Impor batubara kokas China pada bulan September jatuh sebesar 14% dari impor bulan sebelumnya.
Dilaporkan Kantor Administrasi Umum Bea dan Cukai, pembelian batubara kokas China pada bulan September hanyalah sebesar 5,56 juta metrik ton dari bulan sebelumnya yang tercatat di 6,49 juta metrik ton.
Namun menurut Ibrahim, penurunan impor ini tidak cukup kuat untuk menggoyang harga batubara terlalu dalam. "Sampai tiga minggu ke depan, negara-negara importir lainnya mulai meningkatkan stok batubara jelang musim dingin," ucap dia.
Apalagi, China memang masih memerlukan bahan bakar yang cukup banyak sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU memang butuh batubara dalam jumlah besar untuk mengubah air menjadi energi uap.
Ibrahim juga menilai, meskipun data pabrikan China yang dirilis Biro Statistik Nasional tercatat 0,1% lebih rendah daripada prediksi pasar, pertumbuhan sebesar 6,3% di bulan September ini membuktikan peningkatan sektor industri memang sedang terjadi di Negeri Tirai Bambu. "Selain untuk penghangat di musim dingin, China juga butuh batubara untuk pembakaran logam industrinya," kata dia.
Untuk ke depan, Ibrahim melihat bahwa harga batubara memang masih berpotensi menguat. Dia melihat data yang dirilis AS pekan depan terkait new home sales menjadi pengaruhnya.
Prediksinya, memang penjualan rumah baru di AS pada bulan September menurun dari bulan Agustus. "Dengan ini, kalau indeks dollar melemah, harga komoditas seperti batubara bisa kembali mengalami penguatan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News