Reporter: Namira Daufina, Petrus Sian Edvansa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Laju kenaikan harga batubara semakin tajam. Kini harga si hitam kokoh bertahan di atas level US$ 90 per metrik ton. Namun koreksi harga perlu diwaspadai. Maklum, sejumlah produsen batubara tengah bersiap kembali menggenjot produksi.
Mengutip Bloomberg, Senin (17/10), harga batubara kontrak pengiriman November 2016 di ICE Futures Exchange naik 3,65% dalam sehari jadi US$ 93,50 per metrik ton. Bila dihitung dalam sepekan, harga batubara telah naik sekitar 14,23%. Sedangkan sejak awal tahun, harga batubara sudah melambung 104,81%.
Wahyu Tri Wibowo, analis Central Capital Futures, menjelaskan, harga batubara semakin menguat setelah China gencar memangkas produksi batubara. Alhasil, pelaku pasar memprediksi akan terjadi kekurangan pasokan batubara di pasar global.
Tambah lagi, BMI Research memperkirakan di periode 2016–2020, produksi batubara global akan turun sekitar 0,2% per tahun. Menurut BMI, penurunan produksi akan terjadi di Indonesia dan Australia, yang merupakan produsen batubara terbesar di dunia selain China. Hal tersebut disebabkan oleh aturan pemerintah yang semakin ketat.
Tengok saja realisasi produksi batubara di Indonesia. Tahun ini, produksi batubara dalam negeri diprediksi bakal turun 15% dibanding tahun sebelumnya menjadi 314 juta ton. Sementara produksi tahunan Australia rata-rata akan turun 0,9% sepanjang 2016–2020.
Genjot produksi
Ibrahim, Direktur Garuda Berjangka, menambahkan, kenaikan harga batubara sepanjang pekan ini juga disebabkan oleh gejolak di Timur Tengah. Mungkin Anda sudah tahu. situasi geopolitik di Timur Tengah makin membara setelah AS, Irak, dan sekutunya, berusaha merebut kembali Mosul dari ISIS.
Hal ini membantu mendongkrak harga minyak. "Dengan demikian, harga komoditas lain, seperti batubara dan emas, juga ikut naik," kata Ibrahim.
Di sisi lain, kenaikan harga yang tinggi ini juga dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk kembali menggenjot produksi. Salah satunya Glencore Plc, yang menargetkan produksinya di paruh kedua 2016 akan lebih tinggi dari semester pertama.
Sebagai gambaran, produksi Glencore di semester pertama lalu mencapai 59 juta ton. Hasil produksi ini berasal dari tambang di Australia, Kolombia dan Afrika Selatan. Selain itu, India mengejar target produksi batubara sebesar 50 juta hingga 60 juta ton tahun ini.
Lalu, “Produsen di China mendapatkan izin untuk menaikkan produksinya lagi,” ujar Wahyu.
Namun pasar terlihat lebih khawatir dengan dugaan produksi yang bakal berkurang tahun ini, sehingga analis memprdiksi kenaikan harga batubara belum terhenti. Tambah lagi, pada 30 November 2016, negara-negara anggota OPEC akan mengadakan pertemuan resmi di Wina, Austria, untuk membicarakan pemangkasan produksi minyak.
"Kalau pertemuan ini sukses, pada akhir November nanti mungkin harga batubara bisa berada di level US$ 100 per metrik ton," ujar Ibrahim.
Secara teknikal, Ibrahim melihat stochastic berada di 70%. Sedang bollinger band dan moving average berada 40% di atas bollinger tengah. Namun, MACD masih retensi.
Hari ini, Ibrahim memprediksi harga batubara akan bergerak di kisaran US$ 93.20–94,20 per ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak di kisaran US$92,10–US$ 96,10 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News