Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mendirikan bursa kripto yang pertama ada di dunia harus tertunda. Mulanya, bursa kripto ini ditargetkan bisa rampung pada akhir 2021 lalu. Kendati molor, titik terang sudah semakin terlihat. Nantinya bursa kripto tersebut akan diluncurkan melalui PT Digital Futures Exchange (DFX).
Sebelumnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) menyebut prosesnya saat ini sedang dalam tahap finalisasi DFX. Jika proses finalisasi tersebut sudah selesai dan semua persyaratan terpenuhi, nantinya Bappebti akan memberikan persetujuan sebagai bursa aset kripto.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Kementerian Perdagangan Tirta Karma Senjaya mengungkapkan, saat ini progress DFX masih dalam proses persetujuan sebagai bursa berjangka dahulu sesuai Peraturan Bappebti (Perba) 1 tahun 1999 tentang Perizinan Bursa Berjangka dan Kliring Berjangka.
“Selanjutnya, sesuai dengan Perba Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto, maka DFX harus melengkapi syarat sebagai bursa kripto dan diharapkan kuartal I-2022 bisa segera terwujud,” kata Tirta kepada Kontan.co.id, Selasa (4/1).
Baca Juga: Jumlah Pedagang Aset Kripto yang Terdaftar di Bappebti Turun, Ini Daftarnya
Kendati begitu, Tirta menyebut tidak menutup kemungkinan beroperasinya bursa kripto bisa jauh lebih cepat. Ia bilang, hal ini sangat tergantung pada pemenuhan syarat-syarat untuk pendirian, terutama dalam hal permodalan.
Adapun, jika mengacu pada Perba 8 Tahun 2021, Bappebti sudah memberikan beberapa persyaratan teknis yang dipatuhi oleh calon bursa kripto. Terkait permodalan, calon bursa kripto harus memiliki modal disetor paling sedikit Rp 500 miliar paling lambat dua bulan sejak memperoleh izin usaha sebagai bursa berjangka yang khusus memfasilitasi perdagangan aset kripto.
Lebih lanjut, calon bursa kripto terpilih dalam jangka waktu tiga bulan setelah persetujuan diberikan harus memiliki modal disetor menjadi paling sedikit Rp 1 triliun. Dalam beleid tersebut juga diatur bahwa bursa berjangka yang telah mendapatkan persetujuan untuk menyelenggarakan perdagangan aset kripto tidak dapat menyelenggarakan transaksi untuk subyek komoditi lainnya.
“Bappebti memisahkan transaksi aset kripto dari komoditas, walaupun kripto masuk komoditas, adalah sebagai bentuk untuk hindari peretasan. Oleh karena itu, bursa berjangka yang sudah ada (ICDX dan JFX), agar fokus pada peningkatan transaksi perdagangan berjangka komoditi terutama multilateral,” imbuh Tirta.
Jika mengacu dari beleid tersebut, maka Indonesia Commodity Derivative Exchange (ICDX) tidak memenuhi persyaratan lantaran sebagai bursa berjangka, ICDX saat ini juga menyelenggarakan transaksi komoditi lainnya. Sementara itu, Jakarta Future Exchange (JFX) walaupun tidak mendaftarkan sebagai bursa aset kripto, ikut terdaftar sebagai salah satu pemegang saham dari DFX.
Meski demikian, Tirta menegaskan, PT DFX akan berdiri independen. Namun, di bawah pembinaan dan pengawasan Bappebti sesuai ketentuan perundangan UU dan PP Perdagangan Berjangka Komoditi.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Direktur Utama JFX Stephanus Paulus Lumintang memastikan pihaknya akan tetap berkonsentrasi di perdagangan multilateral dan bilateral serta perdagangan pasar fisik.
“DFX itu independen dan berkonsentrasi di kripto, jadi segmen marketnya berbeda (dengan JFX),” tegas Stephanus.
Lebih lanjut, Tirta menyebut, keberadaan DFX sebagai bursa kripto sangat diperlukan agar bisa lebih fokus dalam melakukan pengawasan transaksi dan pelaporannya. Menurutnya, dengan adanya bursa kripto, akan memberikan kepastian bagi pedagang maupun investor. Selain itu, para pedagang dan transaksi kliring nantinya akan tercatat dan pencairan dana juga ada di kliring.
“Saat ini, Bappebti juga tengah menyiapkan self regulatory organization (SRO) sehingga ada kliring, kustodian, dan bank penjamin untuk pembentukan bursa kripto,” imbuh Tirta.
Baca Juga: Semakin Trending, Apa Itu NFT? Simak Juga Jenis & Cara Jual-Beli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News