Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) rajin dan tetap lebih memilih menggunakan instrumen pinjaman bank untuk mendanai kebutuhan ekspansinya. Emiten properti ini belum berkeinginan untuk menerbitkan instrumen surat utang atau obligasi dalam waktu dekat.
"Karena kalau obligasi itu biasanya untuk kebutuhan akuisisi lahan," tandas Olivia Surodjo, Sekertaris Perusahaan MTLA belum lama ini.
Sementara, MTLA juga belum memiliki urgensi untuk menerbitkan obligasi. Sebab, kas internal yang dimiliki perusahaan masih cukup untuk mendanai ekspansi MTLA setidaknya untuk tahun ini.
MTLA menganggarkan belanja modal Rp 660 miliar dan seluruhnya diambil dari kombinasi kas internal dan pinjaman bank. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 105 miliar merupakan anggaran untuk akuisisi lahan baru. Sementara kas dan setara kas perusahaan per kuartal I/2014 tercatat sebesar Rp 211,22 miliar.
Kas MTLA masih bisa bertambah dengan adanya cashflow selama berjalannya bisnis MTLA kedepan. Belum lagi, MTLA masih memiliki sisa plafon pinjaman senilai Rp 250 miliar yang diperoleh dari Bank Mandiri.
Belum lama ini, pemegang saham juga sepakat untuk menjadikan jaminan utang yang jumlahnya lebih dari setengah bagian dari seluruh kekayaan MTLA. Rencananya, manajemen akan menarik sejumlah Rp 159 miliar untuk proyeknya di Cileungsi.
Meski terbilang rajin menggunakan instrumen pinjaman bank, namun posisi rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) MTLA masih aman, masih dibawah 0,4 kali. Sementara batas toleransi yang diterapkan manajemen ada di posisi 0,75 kali.
"Kalau penerbitan obligasi biasanya, kan, juga flat sehingga waktunya kurang tepat jika menerbitkan obligasi saat ini," jelas Olivia.
Saat ini, suku bunga acuan sedang berada dalam level yang tinggi sehingga dapat membebani MTLA. Namun, melihat kondisi yang ada, bisa saja suku bunga aduan sewaktu-waktu berubah. Andai perubahannya ternyata penurunan level suku bunga, maka ini akan merugikan perusahaan.
MTLA terpaksa harus membayar kupon yang setara ketika suku bunga acuan masih tinggi, padahal suku bunga acuannya sendiri sudah turun, tidak lagi berada di level seperti saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News