kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.340.000   -1.000   -0,04%
  • USD/IDR 16.712   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.570   155,90   1,85%
  • KOMPAS100 1.188   24,76   2,13%
  • LQ45 863   17,67   2,09%
  • ISSI 300   6,15   2,09%
  • IDX30 447   6,81   1,55%
  • IDXHIDIV20 518   8,17   1,60%
  • IDX80 134   2,95   2,26%
  • IDXV30 137   1,51   1,12%
  • IDXQ30 143   2,38   1,69%

Moratorium Smelter Nikel, Ini Saham yang Bakal Diuntungkan


Senin, 24 November 2025 / 12:09 WIB
Moratorium Smelter Nikel, Ini Saham yang Bakal Diuntungkan
ILUSTRASI. Pekerja menunjukkan biji nikel matte di smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Selasa (21/10/2025). Produksi nikel matte PT Vale Indonedia Tbk pada Semester I-2025 meningkat sebesar dua persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 35.584 ton dan menargetkan produksi nikel matte hingga akhir tahun 2025 mencapai 71.234 ton. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/YU


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerapkan moratorium izin pembangunan smelter nikel melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko. Kebijakan ini mencakup larangan penerbitan izin baru melalui sistem OSS untuk produk turunan nikel seperti FeNi, NPI, nickel matte, dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). 

Tidak hanya izin baru, aturan tersebut juga menyasar perizinan yang sudah diterbitkan tetapi belum menunjukkan kemajuan konstruksi. Menurut penjelasan Kepala Tim Verifikasi Perizinan Usaha Direktorat Industri Logam (ILMATE), Eko Widodo, yang dikutip Shanghai Metals Market (SMM), kebijakan ini akan berdampak langsung pada seluruh proyek yang belum memasuki tahap pembangunan. 

Adapun proyek yang sudah berjalan akan dibantu Asosiasi Smelter Nikel Indonesia (FINI) untuk mengajukan dispensasi agar tetap dapat melanjutkan konstruksi, mengingat mereka memulai sebelum aturan diterbitkan. Di sisi lain, proyek yang belum melakukan pembangunan fisik akan relatif sulit memperoleh pengecualian. Pemerintah juga membuka peluang pengecualian bagi smelter yang sedang mengembangkan fasilitas hilir seperti stainless steel atau nickel sulfate, meskipun masih mengoperasikan smelter NPI, matte, atau MHP di bawah entitas terpisah namun keputusan akhir tetap bergantung pada evaluasi pemerintah.

Menurut Analis Mandiri Sekuritas Ariyanto Kurniawan dan Vanessa Taslim, langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah menahan kelebihan pasokan di industri nikel nasional, yang selama dua tahun terakhir membebani harga global. Pengendalian yang lebih ketat terhadap kuota RKAB telah membuat harga bijih nikel melonjak dari sekitar US$ 30 per ton menjadi US$ 53 per ton, sekaligus meningkatkan penerimaan royalti negara. 

Dengan Indonesia memasok hingga 70% kebutuhan nikel dunia, setiap indikasi pengurangan pasokan domestik diperkirakan akan memberikan pengaruh signifikan terhadap harga nikel internasional. Pemerintah pun disebut memiliki insentif kuat menjaga harga nikel hilir tetap stabil dan lebih tinggi untuk memperbaiki monetisasi sektor hilir yang selama ini terpukul akibat kelebihan suplai.

Salah satu dampak terbesar moratorium ini diperkirakan terjadi pada harga MHP, mengingat sebagian besar proyek smelter dalam tahap perencanaan merupakan fasilitas berbasis teknologi HPAL. Data Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi per Desember 2023 menunjukkan kapasitas terpasang industri nikel Indonesia mencapai 2,2 juta ton, terdiri atas 1,9 juta ton dari teknologi RKEF dan 265.000 ton dari HPAL. Proyek yang tengah dibangun berkapasitas 890.000 ton (555.000 RKEF dan 305.000 HPAL), sedangkan proyek yang masih direncanakan mencapai 659.000 ton, di mana 619.000 ton di antaranya merupakan HPAL.

"Jika pemerintah benar-benar menghentikan 50% dari proyek yang masih dalam tahap perencanaan tersebut, suplai nikel global pada 2028 diperkirakan turun dari proyeksi awal 4,4 juta ton menjadi 4,1 juta ton," kata Ariyanto dalam riset pada 19 November 2025. Perubahan ini cukup besar untuk membalikkan pasar dari kondisi surplus 178.000 ton menjadi defisit 152.000 ton.

Situasi tersebut menurut analis Mandiri Sekuritas dalam riset akan membuat pelaku industri HPAL menjadi pihak yang paling diuntungkan. Salah satu emiten yang akan menuai untung adalah Trimegah Bangun Persada. Emiten berkode sahan NCKL diperkirakan menjadi penerima manfaat terbesar karena memiliki eksposur langsung terhadap 120.000 ton kapasitas HPAL yang telah beroperasi dengan kepemilikan hingga 45% serta fasilitas hilir yang memproduksi nickel sulfate dan cobalt sulfate. 

Selain itu, Vale Indonesia (INCO) dinilai memiliki prospek kuat berkat proyek HPAL berkapasitas 180.000 ton yang ditargetkan selesai pada akhir 2026 hingga 2027, dengan kepemilikan 30%. 

Harum Energy (HRUM) juga disebut berada dalam posisi yang menarik karena hampir menyelesaikan proyek HPAL 67.000 ton dengan kepemilikan efektif 26%. 

Sementara itu, dampak terhadap Aneka Tambang (ANTM) diperkirakan netral karena eksposurnya terhadap ekspansi HPAL relatif terbatas dibanding pesaingnya.

Moratorium ini menandai perubahan penting dalam dinamika industri nikel Indonesia sekaligus menjadi sinyal kuat bagi pasar global bahwa fase ekspansi agresif yang menyebabkan oversupply mulai dikendalikan. Jika diterapkan secara ketat, Ariyanto memperkirakan kebijakan ini berpotensi mengangkat kembali harga nikel dan MHP, memperkuat nilai ekonomi sektor hilir, dan mendorong produsen berteknologi HPAL menjadi pemain kunci dalam lanskap industri nikel dunia yang baru.

Ariyanto pun memberi rekomendasi overweight atas saham sektor metal. Saham INCO diberi rekomendasi buy dengan target harga Rp 5.500, saham NCKL direkomendasikan buy dengan target harga Rp 1.500, saham ANTM ditargetkan di Rp 4.000 dan HRUM dipasang di Rp 1.350 per saham. 

Selanjutnya: Amar Bank Tawarkan Pembiayaan Untuk Industri Film Hingga Rp 5 Miliar

Menarik Dibaca: Sambut Liburan dengan Promo Holiyay Bakmi GM Menu Favorit dalam Satu Paket Hemat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×