Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Edy Can
JAKARTA. PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY) belum mau melakukan skema lindung nilai (hedging) dari risiko selisih kurs. Operator televisi berbayar ini beralasan biaya untuk hedging terbilang mahal. "Belum apa-apa saja sudah harus bayar 9% untuk preminya," imbuh Direktur Keuangan MSKY Effendi Budiman.
Asal tahu saja, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah menggerus kinerja keuangan MNC Sky Vision. Operator televisi berbayar ini menderita kerugian sekitar Rp 14 miliar pada semester pertama tahun akibat rugi selisih kurs.
Sebagai informasi, MSKY menggunakan analisa sensitivitas grup terhadap fluktuasi (peningkatan atau penurunan) kurs pada level 3,72%. Namun, asumsi tersebut jebol pada pelaporan keuangan MSKY periode tahun lalu. Pada periode tersebut, paparan pelemahan rupiah terhadap dollar AS yang justru melebihi asumsi sensitivitas MSKY, mencapai 4,7%.
Tapi, keadaan saat ini sedikit lebih baik. Dengan mengacu pada laporan keuangan MSKY semester pertama 2014, analisa sensitivitas yang digunakan mengecil, yakni menjadi 3,59%. Artinya, ketika ada pelemahan rupiah terhadap dollar AS sebesar 3,59% dan dengan seluruh variabel lainnya konstan, maka rugi bersih tahun berjalan MSKY menjadi Rp 87,082 miliar. Sebagai perbandingan, dengan menggunakan analisa sensitivitas pada level 4,7% maka rugi bersih 2013 Rp 121,85 miliar.
Pelemahan tersebut terutama sebagai akibat dari keuntungan atau kerugian kurs mata uang asing dari translasi obligasi yang dijamin dan bersifat senior yang didenominasi dalam dollar AS. Selain itu, pembelian aset tetap untuk menunjang bisnis MSKY juga banyak menggunakan kurs dollar AS.
Paparan kurs juga dipicu oleh utang usaha MSKY yang banyaj menggunakan kurs dollar AS, angkanya setara sengan Rp 832,66 miliar dan sebagian besar utang ini wajib dilunasi tahun ini. Namun, karena pos ini merupakan utang usaha maka MSKY dapat melunasinya dengan menggunakan cashflow selama operasi bisnis MSKY berjalan. "Makanya, kami belum memiliki rencana aksi korporasi untuk mengurangi paparan tersebut dalam waktu dekat," pungkas Effendi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News