kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Minyak di 2018 tersokong pemangkasan produksi


Rabu, 03 Januari 2018 / 23:00 WIB
Minyak di 2018 tersokong pemangkasan produksi


Reporter: RR Putri Werdiningsih, Tane Hadiyantono | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi mengalami tarik ulur sepanjang 2017. Untuk minyak mentah, harga akhir tahun 2017 ditutup dengan rekor tertinggi sejak beberapa tahun silam. Kondisi geopolotik di Timur Tengah dan putusan anggota negara-negara pengekspor minyak (OPEC) mengkerek harga komoditas emas hitam ini. Bagaimana prospeknya tahun ini? Mari simak penjelasan analis berikut.

Minyak mentah West Texas Intermediate per Jumat (29/12) untuk kontrak di New York Mercantile Exchange pengiriman Februari 2018 mencatatkan kenaikan 6,17% year to date (ytd) dan ditutup di level US$ 60,42 per barel. Ini sekaligus jadi level tertinggi sejak Juli 2015.

Harga minyak mentah sepanjang tahun sempat mengalami tekanan karena kuatnya the greenback dan tingginya suplai. Pangkas produksi dari OPEC yang berlangsung sejak November 2016 sebanyak 1,2 juta barel per hari sempat memberi harapan bagi stabilitas harga komoditas ini.

Namun saat harga mulai pulih level US$ 50-an, tantangan besar malah muncul dari Amerika Serikat. "Kenaikan harga minyak dimanfaatkan AS dimana jumlah rig mereka terus tumbuh," jelas Faisyal, PT Monex Investindo Futures kepada KONTAN.

Berdasarkan perhitungan terakhir Baker Hughes di akhir tahun 2017, jumlah kilang minyak AS dilaporkan sebanyak 747 atau naik 42% dari posisi setahun lalu. Adapun produksi minyak AS sudah mendekati level 10 juta barel per hari, beda tipis dengan kemampuan Arab Saudi dan Rusia memompa minyak. Ingat saja, AS bukan anggota OPEC dan selama ini terus menggenjot produksi shale oil.

Kondisi ini menyebabkan harga minyak sempat turun ke level US$ 47,52 per barel di akhir kuartal II 2017. Namun OPEC sigap menanggapinya dan memperpanjang pangkas produksi hingga 2018. Adapun kenaikan harga ini juga didukung oleh kondisi geopolitik di Timur Tengah terkait ledakan jalur pipa di Libya dan bersih-bersih pejabat kotor di pemerintahan Arab Saudi.

Ke depannya, Faisyal melihat terdapat potensi di awal tahun 2018 harga minyak akan tinggi karena masih merespon dipangkasnya produksi dari negara anggota OPEC. Adapun agenda Imlek di bulan Februari bisa kerek harganya pula.

Namun AS tetap akan mendorong produksi sembari menikmati iklim harga minyak tinggi. Dengan demikian, dihadapan potensi suplai berlebih dari AS, harga minyak berpotensi koreksi.

Faisyal perkirakan, selama tahun 2018, harga minyak mentah akan berada dalam kisaran US$ 50 - US$ 70 per barel.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×