kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski Terkoreksi, Harga Minyak Diyakini Masih Ada Dalam Tren Bullish


Minggu, 19 Juni 2022 / 09:00 WIB
Meski Terkoreksi, Harga Minyak Diyakini Masih Ada Dalam Tren Bullish


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat mencapai level tertingginya, kini harga minyak dunia berada dalam tren koreksi. Pada awal pekan lalu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli sempat mencapai US$ 123,68 per barel. 

Namun, terakhir, harga minyak WTI kembali berada di level US$ 109,56 per barel pada penutupan perdagangan Jumat (17/6). Jika dihitung dari level tertinggi tersebut, maka harga minyak dunia sudah turun hingga 11,42%.

Research & Development ICDX Girta Yoga mengungkapkan, salah satu yang memicu turunnya harga minyak dunia adalah sempat menguatnya indeks dolar Amerika Serikat pada pekan ini. Hal tersebut menjadi sentimen negatif akan melemahnya permintaan minyak, mengingat harga minyak pada perdagangan internasional hampir semua dalam kuotasi mata uang dolar AS.

Baca Juga: Permintaan Dikhawatirkan Berkurang Imbas Covid-19 di China, Harga minyak Turun 11,42%

Alhasil, kenaikan dolar AS telah membuat harga minyak menjadi lebih tinggi bagi negara-negara importir yang mata uang asalnya bukan dolar AS. 

Walau demikian ia melihat, sejauh ini permintaan akan minyak dunia masih tinggi, dibarengi dengan pasokan yang masih ketat. Oleh karena itu, tak menutup kemungkinan harga minyak dunia dalam jangka pendek masih bisa naik kembali. Apalagi, indeks dolar AS juga mulai bergerak turun.

“Dalam jangka pendek nampaknya masih akan berada pada tren bullish, karena indikator di pasar baik yang mempengaruhi dari sisi permintaan maupun pasokan masih menjadi indikator yang positif bagi harga minyak,” terang Yoga ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/6).

Secara fundamental, saat ini Yoga melihat kondisi pasokan minyak di pasar global masih cukup ketat. Hal ini tidak terlepas dari penurunan pasokan minyak dari Rusia akibat sanksi terkait konflik Ukraina. Selain itu penurunan drastis pasokan minyak di Libya ikut membuat pasokan di pasar makin ketat. 

Ke depan, dia melihat salah satu sentimen penggerak utama yang dinantikan pasar adalah  realisasi perilisan minyak dari Cadangan Strategis AS dalam jumlah besar pada pada 16 Agustus hingga 30 September mendatang. Selain itu, kelanjutan komitmen pembatasan produksi OPEC dan sekutunya yang akan berakhir September ini juga akan berpengaruh.

Baca Juga: Harga Minyak Terjun Bebas, Brent Merosot 7,3% dan WTI Ambles 9,2% Sepanjang Pekan Ini

“Tentu, perkembangan konflik Ukraina - Rusia juga akan jadi sentimen penggerak, serta  perkembangan situasi Covid-19 di China mengingat China merupakan importir minyak terbesar dunia sekaligus konsumen terbesar kedua dunia,” tambah Yoga.

Hingga akhir tahun, Yoga memperkirakan harga minyak berpotensi menemui level resistance di kisaran US$ 130 - US$ 140 per barel. 

Namun, apabila mendapat katalis negatif, maka harga minyak dunia berpotensi turun ke level support di kisaran US$ 90 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×