CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Permintaan Dikhawatirkan Berkurang Imbas Covid-19 di China, Harga minyak Turun 11,42%


Minggu, 19 Juni 2022 / 08:30 WIB
Permintaan Dikhawatirkan Berkurang Imbas Covid-19 di China, Harga minyak Turun 11,42%


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan minyak dunia belakangan mulai mereda. Setelah sempat menyentuh level tertingginya di US$ 123,68 per barel pada awal pekan ini, perlahan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2022 mulai turun.

Pada penutupan perdagangan Jumat (17/6), harga minyak WTI kini sudah berada di level US$ 109,56 per barel. Artinya, sejak menyentuh level tertinggi, harga minyak dunia sudah mengalami koreksi sebesar 11,42%.

Koreksi harga minyak dunia ini beriringan dengan menurunnya indeks dolar Amerika Serikat (AS) pada waktu bersamaan. 

Namun, analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf melihat tidak ada korelasi antara keduanya. Pasalnya, turunnya indeks dolar AS lebih dikarenakan pasar yang sudah priced in dengan kenaikan suku bunga AS.

Baca Juga: Harga Minyak Terjun Bebas, Brent Merosot 7,3% dan WTI Ambles 9,2% Sepanjang Pekan Ini

“Sementara turunnya harga minyak karena aksi profit taking seiring harganya yang sudah terlalu tinggi, kemudian dibarengi oleh kekhawatiran akan permintaan imbas dari adanya lockdown kembali di China,” jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Sabtu (18/6).

Di satu sisi, Alwi melihat keputusan berbagai bank sentral dunia menaikkan suku bunga acuan bisa menjadi katalis negatif untuk minyak dunia. 

Hal ini dikarenakan pasar lebih khawatir akan permintaan seiring dengan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi, bahkan hingga resesi, imbas dari naiknya suku bunga acuan. 

Sementara dari sisi pasokan, sejauh ini ia melihat kondisinya masih tetap ketat lantaran masih berlakunya larangan impor minyak dari Rusia oleh negara-negara Eropa. 

Lalu, keputusan OPEC+ menaikkan produksi harian sebesar 648 ribu bph juga diperkirakan belum mampu menutupi kekosongan pasokan yang ditinggalkan oleh Rusia. 

Ditambah lagi, saat ini masih buntunya pembicaraan masalah mengenai kesepakatan nuklir Iran-AS, menahan pasokan Iran ke pasar. 

“Padahal, jika kesepakatan nuklir tercapai, maka sekitar 1 juta bph pasokan minyak dunia dari Iran akan hadir di pasar,” imbuh Alwi.

Baca Juga: Harga Minyak Terjun Bebas, Brent Merosot 7,3% dan WTI Ambles 9,2% Sepanjang Pekan Ini

Menurut Alwi, saat ini sentimen positif yang bisa mengangkat harga minyak dunia adalah masih ketatnya pasokan akibat berbagai faktor yang disebutkan, konflik Rusia - Ukraina yang berkepanjang serta naiknya permintaan dari China.

Sedangkan untuk sentimen negatifnya, prospek potensi pertumbuhan ekonomi yang melambat di tengah kenaikan suku bunga bank sentral dunia, tercapainya kesepakatan Nuklir AS-Iran, meredanya ketegangan Rusia-Ukraina, serta kembali menguatnya dolar AS.

“Di tengah beragam sentimen, diperkirakan harga minyak masih akan tetap bertahan di atas US$ 100 per barel, di mana pada akhir tahun ini masih akan berada di kisaran US$ 110 - US$ 120 per barel,” tutup Alwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×