Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) terkoreksi 2,67% selama sepekan terakhir. Harga aset digital tersebut diperkirakan masih akan menguji kembali level tertingginya untuk menembus US$ 100.000 di sisa tahun 2024.
Melansir CoinMarketCap, harga Bitcoin saat ini berada di level US$ 96.000 (29/11), turun dari level tertingginya (ATH) di US$ 99.500 yang tercipta pada 23 November lalu. Kendati demikian, indeks psikologis Fear and Greed Index masih menunjukkan sentimen pasar kripto yang berada di poin 83 yang berarti extreme greed.
Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin memandang, prospek bitcoin menembus level US$ 100.000 di sisa tahun ini cukup terbuka. Hal itu karena mempertimbangkan tren adopsi investor institusi yang berpotensi dapat semakin berkembang.
Terlebih apabila perusahaan seperti Microsoft kemudian memutuskan untuk turut mengadopsi Bitcoin, yang kabarnya akan diputuskan pada 10 Desember nanti.
Baca Juga: Gara-gara Elon Musk Bilang Begini, Bitcoin Meroket Tembus US$81.000
Dinamika geopolitik dan inflasi juga telah menjadi bagian dari fluktuasi harga di pasar kripto khususnya di sepanjang tahun ini, namun situasi yang ada saat ini masih relatif cukup kondusif bagi pasar kripto.
‘’Selain itu, potensi akan adanya penurunan suku bunga pada FOMC Desember sebesar 25 bps masih cukup terbuka di tengah outlook yang cenderung cukup mixed saat ini,” ujar Fahmi dalam siaran pers, Jumat (29/11).
Fahmi memaparkan, performa Bitcoin di bulan November sejauh ini telah naik sekitar 36% secara bulanan, yang merupakan performa kenaikan harga tertinggi keempat di bulan November setelah November di tahun 2013 dengan kenaikan 449%, November 2017 sebesar 53%, dan November 2020 dengan kenaikan 43%. Angka tersebut juga lebih tinggi dari rata-rata historis.
Peristiwa pemilu AS dan berlanjutnya tren penurunan suku bunga memegang peran penting terkait performa Bitcoin di bulan November. Di samping kondisi pasar yang memang secara siklus besarnya sudah memasuki periode reli utama pada siklus bullish yang ada.
Apabila dilihat, tahun 2013, 2017, dan 2020 merupakan tahun di mana reli utama fase bullish di pasar kripto mulai terjadi. Ini artinya terdapat potensi besar terhadap kemungkinan akan berlanjutnya kenaikan harga Bitcoin dari level yang ada saat ini.
Baca Juga: Bitcoin Sulit Tembus US$ 100.000 di Akhir Tahun Ini
Potensi kenaikan Bitcoin turut diperkuat oleh statistik data komposisi investor Bitcoin yang dilihat dari UTXO Age Bands seperti yang dipublikasikan oleh perusahaan analitik kripto CryptoQuant misalnya. Indikator yang dikompilasi CryptoQuant tersebut mengindikasikan harga pasar Bitcoin saat ini yang masih jauh dari potensi peak-nya.
‘’Pada siklus-siklus bullish sebelumnya, overvaluasi dan optimisme investor yang terlalu tinggi biasanya juga mengiringi kondisi peak harga Bitcoin yang ditandai dengan meningkatnya proporsi investor baru. Kedua kondisi tersebut saat ini masih belum terlihat, yang mengindikasikan adanya potensi kenaikan harga lanjutan untuk Bitcoin dari level harganya saat ini,” jelas Fahmi.
Kepemilikan Bitcoin oleh investor baru (short term holder) menurut indikator tersebut saat ini masih berada pada proporsi sekitar 50%. Jauh lebih rendah dibandingkan proporsi yang lebih dari 90% pada peak harga Bitcoin tahun 2017 dan 80% pada peak tahun 2021.
Sementara itu, menyoal koreksi Bitcoin dalam beberapa hari terakhir ini, Fahmi mencermati bahwa terdapat penurunan jumlah investor Bitcoin yang melakukan pembelian pada periode 12-18 bulan yang lalu yang mengindikasikan adanya aksi ambil untung (profit taking).
Di samping itu, outlook kebijakan suku bunga The Fed yang cenderung mixed juga besar kemungkinan menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan investor di balik keputusan investasi mereka.
Di sisa tahun ini, kejelasan lebih mengenai regulasi kripto di bawah kepemimpinan Trump akan menjadi faktor krusial yang akan sangat diperhatikan oleh investor. Selain itu, kondisi inflasi di tengah tren penurunan suku bunga yang ada juga akan menjadi salah satu faktor penentu.
Baca Juga: Pamor Kripto Melonjak, Bitcoin Diprediksi Tembus US$ 100.000 Akhir Tahun Ini
Dari sisi proyek kripto sendiri, semakin meningkatnya adopsi aplikasi-aplikasi terdesentralisasi akan menjadi indikasi positif untuk fase bullish yang lebih panjang, namun begitu juga sebaliknya.
Fahmi melihat, secara timeframe yang lebih panjang, tren bullish bitcoin masih solid, namun melalui indikator moving average kami melihat adanya cross antara ma5 dan ma10 dalam chart 1d yang mengindikasikan potensi koreksi dari titik saat ini ($95.6k) yang mungkin akan berlangsung hingga akhir tahun ini.
‘’Akan tetapi, sinyal yang terbentuk tersebut masih cukup awal dan berpotensi dapat berubah seperti yang terjadi pada 4 November lalu di mana terjadi kondisi teknikal serupa yang kemudian gagal berlanjut karena kembali terjadinya cross pada 6 November, dan Bitcoin kembali melanjutkan relinya,” imbuh Fahmi.
Fahmi menilai, terkoreksinya harga Bitcoin seperti saat ini justru dapat menjadi kesemparan investor untuk mengeksplorasi pasar kripto guna mencari peluang pertumbuhan dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Baca Juga: Harga Tembus US$ 90.000, Robert Kiyosaki Terus Beli Bitcoin hingga Level Ini
Investor pemula ataupun berpengalaman yang cenderung mengutamakan fundamental suatu aset, dapat berinvestasi di aset kripto yang memiliki kapitalisasi pasar besar seperti Bitcoin, Ethereum, dan lainnya yang memiliki likuiditas besar dan relatif lebih aman.
‘’Misalnya di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada berbagai crypto blue chip dalam sekali swipe untuk memudahkan diversifikasi,’’ kata Fahmi.
Selanjutnya: Intip Yuk Film Memories of the Sword di Viu
Menarik Dibaca: Intip Yuk Film Memories of the Sword di Viu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News