Reporter: Namira Daufina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Meski sehari terakhir harga nikel terhitung koreksi, namun keringnya pasokan akibat sentimen dari Filipina berhasil membawa harga nikel terbang sepanjang tahun 2016.
Mengutip Bloomberg, Rabu (28/12) pukul 14.20 WIB harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tergerus 0,90% di level US$ 10.316 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Hanya saja sejak akhir tahun 2015 harga nikel sudah terbang 16,96%.
Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka menuturkan sentimen yang datang dari Filipina adalah dorongan utama kenaikan harga nikel sepanjang tahun ini. Lambungan harga nikel terjadi setelah Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memerintahkan untuk melakukan audit terhadap operasional produksi tambang nikel di sana.
Hal ini dilakukan dalam upaya memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan warga Filipina. “Langkah ini mengeringkan pasokan nikel di pasar global terutama mengingat Filipina merupakan salah satu pemasok terbesar,” kata Ibrahim.
Bukan tanpa alasan kekhawatiran akan mengempisnya produksi di Filipina ini. Deutsche Bank AG memprediksi jika nantinya benar 20 tambang nikel berhenti berproduksi maka akan terjadi pemangkasan produksi hingga 200.000 ton.
Akibat hal ini, World Bureau of Metal Statistics mencatatkan terjadi defisit pasokan nikel sebesar 76.400 metrik ton sepanjang Januari – September 2016 lalu. Pasalnya di saat pasokan terus mengempis, permintaan justru meningkat. Pada November 2016 lalu dicatatkan produksi industri China tumbuh 6,2% dari level sebelumnya yang hanya 6,1%.
Maka tidak heran harga nikel menembus level tertingginya sejak Juli 2015 lalu di US$ 11.640 per metrik ton pada 5 Desember 2016 lalu. “Wajar karena memang harga nikel sedang dibalut tren positif, bukan tidak mungkin hingga kuartal satu 2017 nanti harga masih akan terus terangkat,” tebak Ibrahim.
Salah satunya berkat rencana agresif China dan AS dari sisi industri dan infrastruktur akan menopang terjaganya kebutuhan nikel di tahun depan.
Walau bukan berarti tanpa hambatan. “Hanya saja tekanan dari faktor negatif ini tidak akan membuat harga nikel kembali terpuruk ke level terendahnya seperti di awal 2016 lalu,” tutur Ibrahim.
Memang pada 11 Februari 2016 lalu harga nikel menembus level US$ 7.595 per metrik ton atau titik terendahnya sejak Oktober 2002 silam akibat dari lemahnya serapan industri China dan kekhawatiran akan banjir pasokan yang melanda pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News