kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski lebih menarik, obligasi korporasi masih menyimpan risiko


Senin, 06 Agustus 2018 / 19:47 WIB
Meski lebih menarik, obligasi korporasi masih menyimpan risiko
ILUSTRASI. Pasar Modal


Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau indeks obligasi korporasi Indonesia masih mengalami pertumbuhan positif sepanjang tahun ini berlangsung, investasi pada instrumen tersebut masih menyimpan sejumlah risiko.

Sebagai informasi, INDOBeX Corporate Total Return masih mencatatkan pertumbuhan 0,45% (ytd) di level 254,30 hingga Senin (6/8). Di sisi lain, INDOBeX Government Total Return terkoreksi 3,87% (ytd) di level 231,00.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menyampaikan, salah satu risiko yang perlu dicermati oleh investor adalah potensi stagnannya jumlah penerbitan obligasi korporasi hingga akhir tahun nanti. Potensi tersebut timbul sebagai dampak sentimen negatif yang menerpa pasar finansial domestik, sehingga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang akan menerbitkan obligasi.

Alhasil, perusahaan seperti itu kemungkinan akan menunda penerbitan obligasinya sampai yield kembali normal dan kinerja keuangannya membaik. Kalaupun ada perusahaan yang masih getol menerbitkan obligasi, biasanya instrumen tersebut lebih ditujukan sebagai upaya refinancing atas obligasi yang akan jatuh tempo.

“Kalau suplainya kurang bisa berpengaruh terhadap permintaan dari sisi investor,” katanya, Senin (6/8).

Dia menambahkan, risiko penurunan peringkat utang juga tak boleh luput dari perhatian investor.

Penurunan peringkat utang bisa terjadi jika kinerja suatu perusahaan memburuk. Di samping itu, pendanaan melalui surat utang yang terlampau agresif tanpa disertai perbaikan kinerja juga bisa berdampak negatif bagi peringkat utang suatu perusahaan.

Alhasil, investor dituntut lebih selektif dan paham mengenai rekam jejak perusahaan yang menerbitkan obligasi. “Ketika pasar sedang bergejolak, risiko penurunan kinerja meningkat sehingga rating utang perusahaan terancam turun,” ujar Made.

Sementara itu, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar sepakat bahwa investor perlu mengetahui rekam jejak perusahaan penerbit obligasi korporasi secara menyeluruh. Namun di sisi lain, ia menilai peringkat utang bukan sesuatu yang sakral dan bisa menggambarkan secara utuh kondisi perusahaan tertentu.

Ia berpendapat, peringkat utang hanya bersifat opini dari lembaga pemeringkat dengan argumentasi tertentu tanpa ada jaminan soal kebenarannya. Dengan begitu, investor sebenarnya tidak diwajibkan untuk percaya terhadap peringkat utang suatu perusahaan.

“Peringkat utang hanya acuan saja dan investor tetap mesti punya perhitungan sendiri ketika berinvestasi, termasuk alasan mengapa ia tidak percaya terhadap peringkat tersebut,” terangnya.

Dia melanjutkan, jikalau akhirnya investor mengalami kerugian ketika berinvestasi di obligasi korporasi, investor itu sendiri yang punya tanggung jawab besar. “Mereka tidak bisa menyalahkan lembaga pemeringkat utang,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×