kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Meracik Strategi Uang Pensiun untuk Investasi Saham


Jumat, 19 Juli 2024 / 18:48 WIB
Meracik Strategi Uang Pensiun untuk Investasi Saham
ILUSTRASI. Meracik portofolio saham bisa menjadi salah satu cara untuk mengelola dana pensiun.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meracik portofolio saham bisa menjadi salah satu cara untuk mengelola dana pensiun. Salah satu strategi untuk memaksimalkan imbal hasil adalah melalui strategi dividend investing yang fokus pada saham-saham yang rutin membayar dividen tunai besar.

Setelah puluhan tahun bekerja, setiap orang pasti memiliki tabungan di akhir masa kerjanya. Dana ini tentu bisa diinvestasikan agar imbal hasilnya bisa menjadi pendapatan rutin per bulan untuk menghidupi masa pensiun.

Founder Komunitas Hungry Stock, Lukas Setia Atmaja melihat, strategi ini masih jadi yang terbaik untuk berinvestasi, lantaran jumlah dividen saham yang dibagikan akan bertambah seiring dengan meningkatnya laba perusahaan.

Baca Juga: Mengapa Investor Muda Tertarik pada Emas? Begini Penjelasannya

Dalam tulisannya di kanal Wake Up Call di Harian Kontan, Senin (15/7) lalu, perusahaan publik di Indonesia biasanya membagikan dividen setahun sekali. Meskipun, ada juga yang membagikan dividen setiap enam bulan yang terdiri dari dividen interim dan dividen final. Contohnya, adalah saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Strategi ini tak terbatas untuk para pensiunan, tetapi juga untuk siapapun yang ingin punya penghasilan tambahan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih saham dengan strategi dividend investing atau biasa juga disebut income investing.

Pertama, dividend yield yang besar, minimal 4%. Kedua, penjualan, laba bersih, dan dividen perusahaan tumbuh minimal 6% per tahun atau setidaknya stabil.

Ketiga, tata kelola atau reputasi perusahaan bagus. Keempat, tingkat utang perusahaan relatif rendah, khususnya untuk saham nonbank.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, jika investor mengandalkan dividen saham berkinerja baik, kemungkinan imbal hasil yang akan diterima oleh investor adalah sekitar 4%-5% per tahun.

Jika diasumsikan investor memiliki dana sebesar Rp 1 miliar di akhir masa kerja, berarti akan menghasilkan sekitar Rp 40 juta - Rp 50 juta per tahun. Investor berarti mengantongi Rp 3,3 juta - Rp 4,1 juta per bulan.

Budi melihat, dana ini masih tidak cukup untuk menghidupi kebutuhan harian selama masa pensiun.

“Dengan gaya hidup sederhana saja, kebutuhan bulanan mungkin sudah sekitar Rp 10 juta, sehingga diperlukan sekitar Rp 120 juta setahun. Artinya, perlu dana sekitar Rp 2,5 miliar - Rp 3 miliar untuk investasi,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (19/7).

Budi memaparkan, ada sejumlah cara yang membantu investor agar bisa mengandalkan dividen saham sebagai pemasukan di masa pensiun.

Baca Juga: Peluang Investasi Obligasi Saat Suku Bunga Sedang Tinggi

Pertama, turunkan gaya hidup jika sebelumnya boros dan pertahankan jika sudah sederhana. Kedua, pindahkan aset konsumtif menjadi aset produktif. 

Misalnya, rumah yang terlalu besar dengan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang besar harus dijual untuk diganti dengan yang kecil, namun nyaman. Rumah yang ditinggali dan kendaraan itu nilai maksimumnya adalah 30% dari total aset yang dimiliki seseorang.

“Sehingga, aset produktif minimal 70% sisanya itu bisa ditaruh di surat berharga negara (SBN) yang mungkin bisa memberikan 5%-6% per tahun dan di sejumlah saham dengan dividend yield besar,” paparnya.

Budi melihat, investor bisa melirik saham konstituen indeks IDX High Dividend 20 yang secara historis memiliki dividen yang tinggi.

“Saham dari sektor perbankan, asuransi, farmasi, energi baru terbarukan (EBT), dan consumers goods bisa dilirik untuk kebutuhan ini,” tuturnya.

Investor Kakap, Kartika Sutandi atau yang akrab disapa Tjoe Ai mengatakan, dividend yield saham berkinerja bisa mendapatkan 10% per tahun. Jika dividen yang dibagikan di bawah 10%, Kartika menyarankan investor untuk menaruh dana di deposito.

Namun, dividen saham itu dinilai Kartika adalah situasi zero sum game, karena harga saham biasanya disesuaikan sebesar dividennya usai tanggal ex-dividen, bahkan kadang bisa lebih rendah dari itu. 

Alhasil, Kartika melihat, mengandalkan strategi dividend investing untuk menghidupi masa pensiun cukup sulit. Apalagi, ada skenario di mana para emiten bisa membagikan imbal hasil dividen hanya 3% per tahun atau tidak membagikan dividen sama sekali.

“Jadi kalau mau didiamkan saja dan mengandalkan dividen, cukup berat. Apalagi, ada inflasi. Sebaiknya investor menaruh dana pensiun itu di reksadana dan membiarkan manajer investasi mengelola uang tersebut,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (19/7).

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, imbal hasil dividen ada di kisaran 3% per tahun. Dengan dana Rp 1 miliar, artinya investor hanya mendapatkan sekitar Rp 3 juta per bulan.

“Rp 3 juta per bulan mungkin cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tetapi, mungkin butuh dana lain untuk makan, berobat, dan rekreasi,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (19/7).

Menurut hitungan Teguh, investor minimal harus mengantongi Rp 2,5 miliar agar bisa mendapatkan imbal hasil yang bagus dari gulungan investasi. Ini sudah memasukkan hitungan adanya inflasi dalam setidaknya 10 tahun ke depan. 

Baca Juga: Genjot Dana Kelolaan, Manajer Investasi Luncurkan Reksadana Baru

“Angkanya memang tinggi. Tetapi, kita bisa dapatkan itu dari setidaknya 20 tahun bekerja. Jadi, investasi itu seharusnya sudah dilakukan sejak kita masih ada di usia produktif,” paparnya

Teguh juga melihat, investasi dengan strategi dividend investing ini merupakan jalan yang paling menguntungkan dibandingkan dengan deposito atau surat berharga negara (SBN).

Imbal hasil SBN memang tinggi, sekitar 5%-6% per tahun. Tetapi, angka ini bisa berubah mengikuti suku bunga Bank Indonesia (BI). Imbal hasil deposito juga sekitar 2%-3% per tahun, tetapi datar sampai jatuh tempo. Sementara, imbal hasil dividen dari kinerja emiten berfundamental baik bisa naik dalam waktu 5 tahun.

“Di tiga tahun pertama bisa sekitar 3%. Masuk tahun kelima itu, mungkin akan naik menjadi 4%-5% dan di tahun ketujuh sudah lebih dari 5% imbal hasilnya,” tuturnya.

Untuk sektor terbaik, Teguh merekomendasikan empat bank besar perbankan dan sektor batubara. Namun, untuk sektor batubara, ada catatan bahwa harga batubara sangat fluktuatif, sehingga imbal hasilnya juga pasti berubah-ubah.

“Imbal hasil sektor batubara bisa sampai 10%, tetapi tidak akan terus begitu, karena nanti tetap mengikuti fluktuasi harga batubara,” paparnya.

Dari sektor perbankan, Teguh merekomendasikan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) belum direkomendasikan, karena harganya masih tinggi, sehingga imbal hasil dividennya bakal tipis ke depannya.

Investor bisa masuk ke BBRI dan BBNI saat harganya menyentuh di bawah Rp 4.500 per saham. BMRI bisa diserok saat harganya di bawah Rp 5.000 per saham.

Dari sektor batubara, Teguh merekomendasikan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), dan ITMG. Ketiganya dinilai masih memiliki valuasi saham yang murah.

PTBA bisa dikoleksi saat harga di bawah Rp 3.000 per saham. ITMG bisa masuk saat harga di antara Rp 20.000 - Rp 24.000 per saham. Sementara, ADRO bisa dikoleksi saat harganya di bawah Rp 3.000 per saham.

“Tahun ini juga waktu yang tepat untuk masuk, karena harga saham mereka masih rendah dan pasar saham masih belum bullish,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×