kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

Peluang Investasi Obligasi Saat Suku Bunga Sedang Tinggi


Kamis, 18 Juli 2024 / 19:16 WIB
Peluang Investasi Obligasi Saat Suku Bunga Sedang Tinggi
ILUSTRASI. Prospek investasi obligasi makin menarik saat kondisi suku bunga acuan tinggi


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek investasi obligasi menarik saat kondisi suku bunga acuan tengah berada di puncak. Saat ini dipandang menjadi posisi masuk ideal untuk mengoleksi aset surat utang.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas (Mansek) Handy Yunianto mengatakan, peluang menarik berinvestasi obligasi ataupun reksadana pendapatan tetap saat suku bunga sedang tinggi-tingginya. Hal itu karena berinvestasi aset obligasi ketika suku bunga tinggi artinya dapatkan posisi yield ataupun imbal hasil paling tinggi.

“Dan kalaupun suku bunga dan yield obligasi turun, investor dapatkan dua keuntungan yaitu kupon dan capital gain,” ujar Handy dalam acara KISI Market Outlook di Jakarta, Rabu (18/7).

Handy menambahkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan rating BBB yang menawarkan yield cukup atraktif yakni sekitar 7% untuk tenor 10 tahun. Terlebih lagi, tingkat inflasi di Indonesia tergolong rendah hanya 2,51% YoY per Juni. Ini artinya, real yield yang bisa didapatkan investor sekitar 5%.

Namun tak dipungkiri memang adanya kenaikan yield dan rupiah melemah di sepanjang tahun 2024 ini. Menurut Handy, terjadinya volatilitas di semester pertama ini disebabkan perubahan ekspektasi dari suku bunga the Fed.

Baca Juga: Pasar Keuangan Masih Rawan di Semester II-2024, Cek Tips Kelola Portofolio Investasi

Dia menjelaskan, The Fed ternyata sejauh ini belum memangkas suku bunga seperti yang disampaikan pada awal tahun. Sentimen tersebut akhirnya membuat gejolak di pasar, di mana yield US Treasury mengalami kenaikan dan dolar AS menguat.

Di bulan Maret, The Fed ekspektasikan pemangkasan suku bunga bisa tiga kali. Namun ekspektasi bank sentral AS itu berubah menjadi hanya 1 kali di bulan Juni 2024.

“Jadi mungkin nanti FOMC Juli di akhir bulan, the Fed akan kasih sinyal penurunan lebih banyak,” ujar Handy.

Kabar positifnya untuk saat ini ekspektasi market dan The Fed sudah sejalan dengan pemangkasan sekitar 1-2 kali di tahun ini. sehingga tidak melihat adanya masalah signifikan antara ekspektasi pasar dan The Fed.

Pergerakan yield US Treasury kemungkinan juga tidak akan naik signifikan. Sebab, Amerika Serikat masih dibayangi inflasi tinggi dan juga permasalahan utang yang sangat berbahaya dalam kondisi bunga acuan tinggi.

“Kenaikan dolar kami yakini tidak akan lama dan kita percaya The Fed harus cut suku bunganya,” imbuh Handy,

Mandiri Sekuritas melihat arah investasi obligasi masih akan cukup menarik sampai dua tahun ke depan. Alasannya karena suku bunga sedang di posisi tinggi dan diharapkan akan bergerak turun. Dari sisi suplai juga cukup rendah karena pemerintah punya fleksibilitas dari sisi pembiayaan non utang.

Handy menambahkan, kepemilikan asing di surat utang pemerintah juga sudah sangat rendah. Sehingga, tekanan jual asing di pasar obligasi seharusnya sudah jauh berkurang.

Baca Juga: Bidik Pertumbuhan AUM, KISI Asset Bakal Luncurkan Reksadana Global Saham Teknologi

“Kalau proyeksi ini benar, kami asumsikan bond yield di tahun 2025 bisa turun menjadi 6%,” tuturnya.

Sementara itu, lanjut Handy, risiko terbesar adalah jikalau The Fed tidak jadi memangkas suku bunga acuannya. Dari domestik, transisi pemerintahan baru dan kekhawatiran kondisi fiskal bakal menjadi perhatian.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto menilai, kinerja surat utang Indonesia secara umum relatif lebih moderat kenaikannya di sepanjang tahun ini. Hal tersebut kemungkinan disebabkan market domestik yang masih berada dalam masa pemilihan umum.

Darto menyebutkan, walaupun pemenang pilpres sudah ditentukan, namun pelaku pasar masih menantikan berbagai rencana implementasi program-program pasangan terpilih. Faktor ini menimbulkan ketidakpastian di pasar dan asing juga masih wait and see akibat kekhawatiran naiknya rasio utang di bawah pemerintahan baru.

“Menaikkan rasio utang itu secara tidak langsung memberikan sentimen negatif untuk dalam negeri,” ujar Darto dalam konferensi pers Pefindo secara virtual, Kamis (18/7).

Darto bilang, ketidakpastian akan cenderung menurun apabila rencana anggaran sudah disampaikan presiden pada pidato kenegaraan di bulan Agustus 2024. Di samping itu, tanda-tanda the Fed menurunkan suku bunga yang santer disampaikan akhir -akhir ini akan berdampak positif bagi kondisi pasar keuangan.

Baca Juga: Manfaatkan Aset Risiko Rendah di Tengah Ketidakpastian di Semester II-2024

“Konsensus pasar menunjukkan kemungkinan di semester kedua ini, tepatnya di September, nanti akan ada pemangkasan suku bunga dari The Fed. Jadi ke depan kami perkirakan untuk pasar obligasi di Indonesia sendiri akan berkinerja lebih baik lagi dibandingkan yang terjadi di semester pertama,” kata Darto.

Adapun kebijakan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan dianggap sudah pilihan tepat. Ditahannya suku bunga BI akan menjadi katalis positif untuk periode pendek dan menengah, hingga nanti memang adanya pemangkasan suku bunga

“Sampai nantinya memang adanya pemangkasan suku bunga dari The Fed itu akan kembali mendorong pasar surat utang di dalam negeri,” jelas Darto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×