kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menyimak Rekomendasi Saham-Saham Baru Penghuni LQ45


Minggu, 30 Januari 2022 / 16:47 WIB
Menyimak Rekomendasi Saham-Saham Baru Penghuni LQ45
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan perubahan komposisi saham dalam indeks LQ45 untuk periode Februari-Juli 2022.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan perubahan komposisi saham dalam indeks LQ45 untuk periode Februari-Juli 2022. Dalam evaluasi mayor kali ini, ada lima saham yang  masuk ke dalam indeks paling likuid di pasar modal tersebut.

Saham-saham yang masuk indeks LQ45 tersebut, yakni PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Harum Energy (HRUM), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

Sementara itu, saham-saham yang harus keluar dari indeks LQ45 yakni PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya menilai, kelima saham tersebut masuk karena memenuhi kriteria masuk ke indeks LQ45. Antara lain merupakan saham dengan nilai transaksi terbesar, frekuensi transaksi terbesar, kapitalisasi terbesar, dan evaluasi kondisi keuangan serta prospek pertumbuhan perusahaan.

“Secara prospek, saham-saham tersebut memang menjanjikan untuk bertumbuh di tahun ini,” terang Cheryl kepada Kontan.co.id. Minggu (30/1).

Baca Juga: Terdepak dari LQ45, Begini Rekomendasi Saham ACES, AKRA, BSDE, PWON, dan JSMR

Biasanya, setelah bursa melakukan melakukan evaluasi mayor, manajer investasi (MI) akan melakukan rebalancing dengan memasukkan saham baru penghuni LQ45 tersebut ke dalam portofolio. Nah, rebalancing oleh MI ini menjadi katalis positif utama yang menopang kenaikan harga saham. Namun seberapa lama kenaikannya akan dipengaruhi oleh berbagai faktor,  diantaranya performa perusahaan dan kondisi makro ekonomi.

Diantara lima saham anyar ini, Cheryl menilai, HRUM menjadi salah satu saham yang paling menarik. HRUM  dinilai atrakif karena ekspansinya ke bisnis yang memerhatikan aspek environment social and governance (ESG), yaitu akuisisi pertambangan nikel

Terakhir, pada Desember 2021, HRUM melalui anak perusahaannya, PT Tanito Harum Nickel, menambah kepemilikannya di PT Infei Metal Industry, yang bergerak dalam bidang pemumian nikel (smelter).

Tanito Harum Nickel telah melakukan pembelian 252.838 lembar saham baru atau 9,8% dari jumlah saham yang dikeluarkan Infei Metal Industry  dengan nilai pembelian US$ 27,44 juta. Sehingga, kepemilikan Tanito Harum Nickel di tubuh Infei Metal Industry menjadi 40%.

Cheryl menilai, permintaan komoditas nikel akan naik seiring perkembangan industri kendaraan listrik. “Selain itu, HRUM juga ditopang oleh kenaikan harga batubara,” ujar Cheryl.

Senada, Analis BRIDanareksa Sekuritas Hasan Barakwan meyakini HRUM akan mencatat kinerja yang solid di 2022. Kinerja HRUM  akan terdorong harga nikel yang solid, sehingga akan meningkatkan pendapatan dari Infei Metal Industry setelah mulai berproduksi pada kuartal kedua 2022. Hasan memperkirakan produksi  nickel pig iron (NPI) Infei Metal Industry mencapai 18.000 ton pada 2022.

“Menurut kami, tahun ini akan menandai awal dari transformasi pendapatan HRUM di segmen nikel,” tulis Hasan dalam riset, Rabu (26/1). Selain dari Infei Metal, kinerja HRUM di segmen nikel juga akan didorong oleh kepemilikan HRUM di PT Position (POS).

Hasan memperkirakan, POS akan mencatat volume penjualan bijih nikel sebesar 4,2 juta ton pada tahun ini dan akan menghasilkan pendapatan sebesar US$ 189 juta. Hal ini akan memuluskan transformasi pendapatan HRUM dari segmen batubara, dari semula 100% pada 2021 menjadi 60% pada 2022.

Analis Ciptadana Sekuritas Asia Thomas Radityo mengatakan, kemitraan HRUM dengan Tsingshan dinilai sangat penting, karena memungkinkan HRUM untuk lebih mengembangkan aset nikelnya. Saat ini, Tsingshan merupakan pionir dalam smelter NPI Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Smelter ini menghasilkan NPI dengan biaya  yang rendah hingga 15%.

“Tsingshan adalah mitra terbaik untuk HRUM, dengan tingkat produksi yang terbukti dan solid serta dengan teknologi RKEF berbiaya rendah terbaru,” kata Thomas.

Selain HRUM, Cheryl menilai, BFIN juga cukup atraktif. BFIN rencananya akan melakukan tender offer yang membuatnya masuk ke ekosistem Gojek dan PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Untuk saham WSKT, Cheryl menyebut, emiten pelat merah ini kemungkinan berpotensi mendapat setimen jangka panjang terkait pembangunan ibu kota Negara (IKN) baru Nusantara di Kalimantan Timur. Namun, menurut dia, pemerintah saat ini masih berfokus dalam menangani dan mencurahkan biaya untuk penanganan Covid-19.

Sementara itu, EMTK merupakan perusahaan teknologi yang cukup terpapar suku bunga. Kenaikan suku bunga akan menggerus laba yang diperoleh karena perusahaan teknologi  memiliki utang yang relatif besar.

Thomas dan Hasan kompak menyematkan rekomendasi beli saham HRUM dengan target harga masing-masing Rp 16.000 dan Rp 12.800. Cheryl menyematkan rekomendasi overweight untuk saham BFIN dan HRUM dengan potensi kenaikan 10%-20%.

Sementara untuk AMRT, Cheryl menyematkan rating netral. Rating ini dengan menimbang  adanya ancaman inflasi dan kenaikan harga bahan pokok.

Di sisi lain, Cheryl menyematkan rekomendasi jual (sell) untuk saham EMTK dan WSKT. Hal ini karena kedua saham tersebut masih berpotensi turun sebesar 5% hingga 10% lagi. 

Baca Juga: AMRT BFIN EMTK HRUM WSKT Jadi Saham Blue Chip, Mana yang Layak untuk Investasi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×