Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Test Test
JAKARTA. PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) terus menggenjot produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Pada tahun ini, mereka akan memperluas lahan tertanam kelapa sawit seluas 5.000 hektare (ha).
Demi melancarkan ekspansi usahanya, TBLA mengalokasikan dana senilai US$ 25 juta atau setara Rp 232 miliar sebagai belanja modal atau capital expenditure (capex). Hardy, Sekretaris Perusahaan TBLA, memaparkan, duit sebesar US$ 20 juta dari total capex akan digunakan untuk menanami lahan kelapa sawit. Sedangkan sisanya akan dipakai untuk aktivitas rutin operasional.
Secara total, TBLA menguasai lahan seluas 85.000 ha, sekitar 50.000 ha dari lahan tersebut merupakan lahan yang sudah ditanami.
Analis E-Trading Securities, Isfhan Helmy, menilai alokasi capex TBLA terlampau besar, jika mempertimbangkan posisi keuangan mereka. Per September 2009, dana kas dan setara kasnya hanya Rp 154 miliar. "Memang, Tunas Baru Lampung bisa menutupi sisa anggaran belanja modalnya dengan utang," paparnya.
Hanya saja, rasio utang bersih berbanding ekuitas atau net gearing TBLA saat ini sudah terlalu tinggi, yakni mencapai 80%. Isfhan memperkirakan, kas dan setara kas TBLA hanya mencapai Rp 230 miliar pada akhir tahun lalu. Dus, TBLA mungkin akan kesulitan memperoleh utang.
Prospek CPO cerah
Meski begitu, prospek bisnis TBLA tetap cerah. Maklum, tren harga CPO pada tahun ini terus meningkat. "Permintaan CPO dunia, terutama dari India dan China masih akan terus mengalir," papar Alfi Fadhliyah, analis Bahana Securities. Di saat yang sama, persediaan CPO lebih rendah dari permintaannya. Alhasil, kondisi ini bisa mengerek kenaikan harga CPO.
Karena itu, Alfi memperkirakan, harga jual rata-rata CPO berpeluang meningkat menjadi US$ 700 per ton pada tahun ini. Berarti, lebih tinggi dari harga jual rata-rata pada tahun lalu, yang sebesar US$ 600 per ton.
Nah, bergairahnya harga CPO tentu membawa berkah bagi TBLA. Apalagi, sebagian besar penjualan emiten ini dipasarkan ke luar negeri alias pasar ekspor.
Hanya saja, menurut Alfi, TBLA memiliki risiko pada nilai tukar. Jika nilai tukar rupiah terus menguat terhadap dollar Amerika Serikat, maka akan berdampak buruk bagi bisnis perusahaan. Meski begitu, para analis masih melihat ada potensi pertumbuhan pendapatan dan laba bersih TBLA di sepanjang 2010.
Dia memperkirakan, pada tahun lalu TBLA akan mengantongi pendapatan Rp 2,81 triliun. Adapun laba bersihnya Rp 211 miliar. Nah, sepanjang 2010 pendapatan TBLA bisa naik 15,4% menjadi Rp 3,24 triliun. Tapi, laba bersihnya diprediksi menciut ke Rp 165 miliar.
Sedangkan Isfhan menghitung, pendapatan TBLA pada 2010 mencapai Rp 3,3 triliun dengan laba bersih Rp 350 miliar. Angka ini naik masing-masing 13,79% dan 12,90% dari estimasi tahun 2009.
Isfhan masih menyarankan beli saham TBLA dengan target Rp 450 per saham. Adapun Alfi merekomendasikan tahan dengan target Rp 370 per saham. Kemarin (17/2), harga saham TBLA ditutup stagnan di level Rp 385 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News