kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menimbang untung rugi investasi di obligasi konversi


Senin, 29 Januari 2018 / 09:20 WIB
Menimbang untung rugi investasi di obligasi konversi


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan mewajibkan bank sistemik mengeluarkan surat utang yang bisa dikonversi menjadi modal alias convertible bond. Dampak aturan ini bakal membuat pasokan surat utang korporasi di tahun ini semakin ramai.

Bank yang masuk kategori sistemik diberi batas waktu hingga akhir tahun ini untuk melakukan kewajiban tersebut. Sekadar info, bank sistemik adalah bank dengan aset besar dan jaringan transaksi luas, di mana bila bank ini mengalami gangguan maka bisa mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank atau sektor jasa keuangan lain, baik secara operasional maupun finansial.

Analis menilai obligasi konversi ini akan menarik bagi investor strategis. Analis Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, dengan peraturan ini, ketika bank mengalami masalah permodalan, bank tersebut bisa mengonversi surat utang menjadi saham.

Ke depan, Desmon menyakini aturan ini akan membuat pasokan surat utang di pasar obligasi membanjir. Di lain sisi, hal ini bisa dijadikan celah bagi investor asing untuk menambah kepemilikan saham di perbankan Indonesia.

Sekadar mengingatkan, selama ini pemerintah mengatur kepemilikan asing pada perbankan nasional tidak lebih dari 40%. "Misalnya asing beli obligasi konversi Rp 2 triliun, lalu suatu saat terjadi konversi obligasi ke saham, maka asing bisa jadi pemegang saham bank tersebut," kata dia Jumat (26/1).

Namun, tak semua investor bakal menyukai obligasi konversi, karena ada investor yang masuk kategori taking risk dan ada yang saving risk. Bagi investor yang cari aman, ada kekhawatiran jika bank tersebut bermasalah dan surat utangnya dikonversi menjadi saham, maka ada potensi harga saham bank tersebut akan jatuh.

I Made Adi Saputra, analis fixed income MNC Sekuritas, menambahkan, obligasi konversi hanya bisa dibeli investor non bank, karena bank dilarang memiliki investasi di saham.

Analis menyarankan, investor yang ingin menanamkan dana di obligasi ini berhati-hati. Sebab, obligasi ini akan dikonversi jadi pemegang saham saat bank mengalami masalah. Karena itu obligasi ini kurang cocok untuk investor umum atau konvensional. "Obligasi ini lebih disukai investor strategis yang sedang mencari investasi di bank," kata Made.

Menurut dia, imbal hasil dari obligasi konversi tidak bisa diharapkan, karena perbankan sedang memperbaiki kinerja keuangan dan tidak bisa dibebani dengan bunga yang di atas rata-rata pasar. "Tenor obligasi konversi bisa sekitar 5-10 tahun, nanti imbal hasil didorong dari kenaikan harga sahamnya," ujar Made.

Sementara, bagi investor strategis, obligasi konversi ini bisa dijadikan kesempatan untuk memiliki instrumen di sektor perbankan. "Kalau masuk dari obligasi konversi bank terlebih dahulu, jika kurang berprospek obligasi lebih gampang untuk dijual dari pada langsung beli saham perbankan nanti repot keluarnya," jelas Made.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×