Reporter: Grace Olivia | Editor: Agung Jatmiko
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penawaran surat berharga ritel negara alias saving bond ritel (SBR) seri berikutnya yaitu SBR004 tinggal menghitung hari. Tak ada salahnya, investor ritel mulai mengulik potensi untung rugi di balik instrumen satu ini. SBR004 diproyeksi bakal makin laris lantaran tren suku bunga acuan tinggi yang tengah menyelimuti.
Sebagai informasi, SBR004 menjadikan BI 7 Day Repo Rate (BI7DRR) sebagai acuan kuponnya. Instrumen bertenor dua tahun ini memberi tingkat kupon yang dihitung dari BI7DRR ditambah spread yang ditentukan pemerintah. Tahun lalu, spread tersebut sebesar 2,55% atau 255 basis poin.
Dengan asumsi spread yang ditetapkan masih akan sama, maka ada potensi tawaran kupon SBR004 akan berada di level 7,8% karena posisi BI7DRR sendiri saat ini sebesar 5,25%. Jika dibandingkan dengan rata-rata suku bunga deposito yang saat ini berkisar 5,6% maupun SUN tenor dua tahun dengan yield sekitar 7,2%, kupon SBR004 terbilang kompetitif.
"Karena nature instrumen ini sangat mirip dengan deposito, maka untuk menarik minat investor, SBR harus mampu memberikan tingkat kupon yang kompetitif dengan rata-rata suku bunga deposito," terang Ifan Mohamad Ihsan, analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Jumat (10/8).
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar juga berpendapat, pemerintah harus berani mematok kupon. Alasannya, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan saat ini belum sejalan dengan kenaikan permintaan pinjaman. Dengan begitu, "ada potensi bank-bank akan mulai menaikkan suku bunga deposito dan kalau kupon SBR tidak dapat bersaing, peminatnya akan berkurang," ujar Anil, Jumat (10/8).
Kendati tawaran kupon berpeluang tinggi, investor perlu mencermati beberapa risiko dari instrumen ini. Meski sama-sama ditujukan kepada investor ritel seperti Obligasi Negara Ritel (ORI), Ifan menjelaskan, SBR ditujukan murni untuk instrumen investasi sehingga tidak dapat ditransaksikan di pasar sekunder. Sementara, ORI dapat ditransaksikan dipasar sekunder. "Akibatnya, SBR tidak memiliki likuiditas sehingga investor tidak dapat mencairkan instrumen ini sewaktu-waktu," kata Ifan.
Dengan demikian, Anil menambahkan, potensi keuntungan investor hanya berasal dari perolehan kupon tanpa potensi capital gain. Namun, Anil menilai, jika tawaran kupon SBR sesuai asumsi, investor bisa menjadikan ini sekaligus sebagai instrumen hedging.
Ambil contoh, investor memiliki kredit pemilikan rumah (KPR) untuk dua hingga tiga tahun ke depan dengan bunga yang biasanya tetap pada level 6%-7%. "Kalau kupon SBR004 nanti benar 7,8%, makan iimbal hasilnya bahkan sudah bisa dipakai membayar bunga KPR," kata Anil.
Melihat peluang tersebut, Anil memproyeksi tingkat permintaan SBR004 kali ini akan makin tinggi. Apalagi, investor memiliki kemudahan mengakses pembelian instrumen ini melalui sistem elektronik (online).
Setali tiga uang, Ifan cukup yakin permintaan SBR004 akan bertambah marak seiring dengan peluang kenaikan BI7DRR lanjutan hingga akhir tahun. Nilai penerbitan sendiri, dinilainya masih akan tergantung dari kebutuhan pemerintah dan penawaran yang masuk. Penjualan SBR003 sebelumnya berhasil menyentuh angka Rp 1,98 triliun.
"Tapi, kalau tidak ada perubahan pada besaran tingkat spread yg diberikan sebelumnya, sepertinya bisa melampaui hasil penjualan SBR003 nantinya," pungkas Ifan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News