kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.425.000   10.000   0,41%
  • USD/IDR 16.643   -42,00   -0,25%
  • IDX 8.617   68,26   0,80%
  • KOMPAS100 1.189   7,78   0,66%
  • LQ45 855   3,60   0,42%
  • ISSI 305   2,18   0,72%
  • IDX30 439   -0,22   -0,05%
  • IDXHIDIV20 509   2,81   0,56%
  • IDX80 133   0,64   0,48%
  • IDXV30 139   1,08   0,78%
  • IDXQ30 140   0,30   0,22%

Menilik Rotasi Sektoral Menjelang Aksi Window Dressing di Akhir Tahun


Selasa, 02 Desember 2025 / 19:44 WIB
Menilik Rotasi Sektoral Menjelang Aksi Window Dressing di Akhir Tahun
ILUSTRASI. IHSG Melemah Tipis-Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/11/2025). Indeks Harga Saham Gabungan ditutup melemah pada penutupan perdagangan Kamis 13/11/2025. Indeks melemah 16,567 atau 0,20% ke posisi 8371,99. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/13/11/2025


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rotasi sektoral tampaknya akan terjadi menjelang fase window dressing di akhir tahun 2025.

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini (2/12) naik 0,8% ke level 8,617 pada akhir perdagangan. Sejak awal tahun, IHSG sudah naik 21,71% year to date (YTD).

Per 2 Desember 2025, sektor teknologi memimpin dengan kinerja naik 155,09% YTD. Lalu, disusul oleh sektor industrial 81,75% YTD dan sektor infrastruktur 60,19% YTD.

Di sisi lain, sektor finansial dan sektor consumer noncyclical kinerjanya paling lambat, yaitu masing-masing naik 9,77% dan 10% YTD per hari ini.

Baca Juga: Rebalancing Daftar Efek Syariah Bawa Dampak ke Aliran Dana, Ini Rekomendasi Analis

Jika melihat data di akhir kuartal III-2025, sektor teknologi masih memimpin, hanya saja kenaikannya saat itu 162,28% YTD per 30 September 2025. Lalu, disusul sektor basic material naik 55,89% YTD dan sektor industrial 54,03% YTD.

Sementara, sektor finansial dan sektor consumer cyclicals jadi indeks sektoral paling bawah kala itu, yaitu masing-masing 5,2% dan 5,95% YTD per akhir September.

Artinya, ada pergeseran kinerja sektoral sepanjang kuartal IV 2025 berjalan. Abida Massi Armand, Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas menilai, rotasi kinerja sektoral saham di awal kuartal IV 2025 dipacu oleh meningkatnya selera risiko investor.

Hal tersebut mendorong pergeseran dana menuju sektor-sektor sensitif suku bunga dan saham yang sebelumnya terkoreksi dalam, khususnya saham-saham properti dan teknologi.

Ekspektasi pelonggaran moneter dengan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) tetap di 4,75% menjadi dorongan untuk sektor properti. Sementara, proyeksi lonjakan pertumbuhan laba yang agresif di sektor teknologi turut menarik aliran modal.

Baca Juga: Prospek Jasa Marga (JSMR) Andalkan Ruas Baru dan Rate Cut, Cek Rekomendasi Sahamnya

Meskipun begitu, valuasi dua sektor ini telah berada pada level sangat mahal dan diperdagangkan jauh di atas rata-rata historisnya. “Sehingga, kenaikan harga lebih mencerminkan spekulasi pasar dibanding dukungan fundamental nyata saat ini,” ujar Abida kepada Kontan, Selasa (2/12).

Managing Director Research dan Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su melihat, rotasi sektor di awal kuartal IV terjadi karena investor mulai masuk ke sektor yang sebelumnya tertinggal, khususnya sektor perbankan yang diikuti oleh kinerja keuangan yang membaik terutama dari penurunan biaya dana.

“Sebaliknya, sektor yang sudah rally sejak awal tahun seperti IDXTECHNO dan IDXINDUST cenderung profit taking,” ujarnya kepada Kontan, Selasa.

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto melihat, valuasi saham saat ini sudah relatif tinggi. Penguatan IHSG pun jadi lebih dipengaruhi oleh ekspektasi ke depan, terutama ekspektasi suku bunga dan rebalancing MSCI.

Alhasil, sektor yang menarik untuk dilirik hingga akhir tahun 2025 adalah sektor komoditas logam, konsumer, dan telekomunikasi. “Top picks kami masih BRMS, CMRY, JPFA, dan EXCL,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (2/12/2025).

Baca Juga: Saham Big Banks Melemah di Penutupan Bursa Selasa (2/12), BBRI Menguat Sendiri

Sementara, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah menambahkan, rotasi di akhir sisa tahun ini cenderung akan masuk ke saham-saham konglomerasi, seperti CDIA dan CBDK. “Saham EMTK dan SCMA juga berpotensi dapat sentimen dari IPO Superbank,” katanya kepada Kontan, Selasa.

Abida menjelaskan, sektor keuangan berpotensi menjadi pemimpin pasar menjelang fase window dressing di akhir tahun. Ini lantaran fundamental perbankan yang kokoh dan valuasi yang relatif logis, serta membuka ruang bagi aksi menangkap saham setelah tertinggal sebelumnya.

Sektor properti juga masih berpeluang memperpanjang penguatannya melalui katalis spesifik seperti aksi korporasi serta keuntungan dari stabilnya suku bunga.

“Sebaliknya, sektor teknologi diperkirakan menghadapi tekanan volatilitas. Sebab, valuasi yang sudah terlalu tinggi menimbulkan risiko koreksi ketika ekspektasi pertumbuhan yang besar tidak sepenuhnya terealisasi,” katanya.

Baca Juga: Jadwal Lengkap Rights Issue Indomobil Muti Jasa (IMJS) yang Ditawarkan di Rp 230

Menurut Abida, di sektor properti ada PANI dan BSDE yang bisa menopang kinerja indeks. Sektor keuangan akan ditopang oleh BBCA dan BBRI. Rekomendasi beli disematkan untuk BSDE dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 1.450 per saham dan Rp 10.800 per saham.

Sementara, Harry melihat, sektor yang berpotensi memimpin di akhir tahun 2025 adalah consumer staples dan telekomunikasi. Ini didorong pemulihan konsumsi yang juga terdorong oleh pembagian bantuan langsung tunai (BLT) pemerintah sebesar Rp 900 ribu untuk 35 juta penerima sepanjang Oktober-Desember 2025.

“Untuk sektor telekomunikasi, tren kenaikan data yield berlanjut di kuartal IV dan dapat menopang kinerja keuangan,” kata dia.

Saham penopang indeks staples di antaranya adalah MYOR dan ICBP, karena didukung volume yang pulih dan turunnya harga komoditas input. Untuk sektor telco, ada TLKM yang menjadi pendorong utama lewat pricing discipline dan kenaikan data yield.

Harry pun merekomendasikan beli untuk TLKM, ICBP, dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 3.900 per saham, Rp 12.800 per saham, dan Rp 9.600 per saham.

Selanjutnya: Smelter Tembaga Belum Beroperasi Penuh, Kinerja AMMN Diprediksi Masih Rawan Tertekan

Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (3/12), Provinsi Ini Alami Hujan Sangat Deras

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×