Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji usulan penyesuaian terkait ketentuan free float oleh perusahaan tercatat.
Direktur Penilaian Perusahaan Tercatat Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan kajian free float ini difokuskan sebagai syarat pencatatan perdana saham.
“Kami ingin memfokuskan pada jumlah saham yang ditawarkan kepada publik. Hal ini akan kami tuangkan dalam rancangan perubahan peraturan dan akan kami mintakan pertimbangan kepada publik,” ujar Nyoman, Senin (23/9).
Langkah ini sebenarnya merupakan salah satu upaya yang dilakukan BEI untuk meningkatkan kualitas perusahaan tercatat dan sudah disampaikan sejak beberapa waktu lalu oleh BEI. Namun, wacana ini kembali mencuri perhatian publik setelah PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) akan keluar dari Indeks FTSE Global Equity Indonesia kategori large cap pada Rabu (25/9) besok.
Baca Juga: BREN Besok Resmi Keluar FTSE, Ini Dampaknya ke Investor
Asal tahu saja, FTSE mencoret BREN dari konstituen indeks tersebut dengan alasan adanya konsentrasi pemegang saham yang tinggi alias high shareholder concentration atau terkait dengan jumlah saham yang beredar di pasar reguler (free float). Padahal, BREN baru masuk ke dalam indeks FTSE Global Equity Series - Large Cap pada Senin (23/9) lalu.
Dalam catatan Kontan.co.id, BEI sudah mengungkapkan rencana untuk meningkatkan ketentuan free float saham. Rencana perubahan ini bertujuan untuk memperhitungkan hanya saham yang benar-benar ditawarkan kepada publik dan bukan saham yang dimiliki oleh pengendali dan afiliasi perusahaan.
Nantinya akan ada dua peraturan BEI yang direvisi. Pertama, Peraturan Nomor I-A mengatur tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang diterbitkan oleh perusahaan tercatat.
Kedua, Peraturan I-V menyangkut Ketentuan Khusus Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas selain saham yang diterbitkan oleh perusahaan tercatat di Papan Akselerasi.
Baca Juga: BEI Bakal Revisi Ketentuan Free Float Perusahaan Tercatat
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, jika free float dinaikkan oleh BEI, likuiditas memang diharapkan bisa meningkat.
Namun, hal ini akan memberatkan untuk emiten dengan kapitalisasi pasar alias market cap besar yang hingga ratusan triliun. Sebab, investor pasar saham Indonesia belum begitu banyak, sehingga daya serapnya ditakutkan menjadi tidak begitu besar.
“Jika bisa terserap, saham para emiten di pasar sekunder kemungkinan akan anjlok tanpa ada yang mampu menopangnya,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9).
Budi pun mencontohkan ada empat emiten dengan nilai initial public offering (IPO) terbesar dengan perolehan dana sekitar Rp 10 triliun, yaitu PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
“Harga keempatnya saat ini di bawah harga IPO dan dua di antaranya harga sekarang hanya belasan persen saja dari harga IPO,” tuturnya.
Baca Juga: Sempat Menembus Rekor Baru, IHSG Semakin Berisiko?
Sebagai perbandingan dengan perusahaan di luar negeri, Saudi Aramco bisa IPO dengan hanya menawarkan 1,5% saja dari keseluruhan saham milik sang perusahaan, yaitu sebesar US$ 26 miliar di pasar domestiknya, yaitu Tadawul. Total nilai kapitalisasi Saudi Aramco sebesar US$ 1,7 triliun.
BEI pun disarankan untuk berhati-hati dalam menetapkan angka free float. Sebab, hal ini bisa menjadi disinsentif untuk perusahaan besar yang ingin listing di BEI.
“Namun, untuk perusahaan bernilai kecil atau menengah, batas free float yang tinggi boleh saja,” paparnya.
Budi menilai, emiten dengan market cap puluhan triliun, batas free float bisa di kisaran 2,5% hingga 5%. Tetapi, setiap tahun bisa dinaikkan batasnya sebesar 0,5% atau 1% hingga mencapai 7,5%, sesuai ketentuan Bursa saat ini.
Baca Juga: Dana Asing Mengalir Deras ke Saham Perbankan, Non-Bank yang Masih Murah Ikut Diincar
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta melihat pengkajian ulang batas free float sebenarnya memiliki tujuan bagus. Tujuannya adalah untuk menjaga, untuk benar-benar menjaga kualitas perusahaan baru IPO. Ini sekaligus juga menjaga performa likuiditas dari kinerja harga sama emiten yang baru IPO.
Di sisi lain, ketentuan batas free float bisa turut meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memegang saham atau menjadi pemilikan bagian daripada pemilikan saham itu sendiri. Sehingga, ini tak hanya memberikan keuntungan pada perusahaan dalam hal peningkatan prestise maupun good corporate governance (GCG), tetapi juga sekaligus memberikan keuntungan pada investor.
“Jadi, ini bisa menguntungkan dua-duanya, menguntungkan perusahaan dan menguntungkan investor,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/9).
Peraturan kewajiban free float 7,5% memang sudah tertuang dalam Peraturan Bursa I-A. Namun, Nafan melihat ketentuan free float di kisaran 5% bisa tetap berpeluang terserap oleh masyarakat.
“Free float di 5% bisa terserap oleh masyarakat. Namun, paling tidak perusahaan bisa memenuhi di level paling sedikit saja, yaitu 7,5%,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News