Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sekarang ini, persaingan industri rokok semakin ketat saja. Meski begitu, PT GUdang Garam Tbk (GGRM) berhasil melewati tantangan tersebut. Hal itu terlihat jelas dari hasil laporan keuangan mereka pada semester I yang menunjukkan sinyal positif.
Meski naik tipis, ternyata, pendapatan GGRM mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 12,19% menjadi Rp 15,06 triliun pada tahun ini. Demikian pula dengan laba bersih yang naik 25,44% menjadi Rp 891,36 miliar pada tahun ini. Dari hasil tersebut, para analis yakin, kinerja GGRM akan terus mengalami perbaikan sampai akhir tahun nanti.
Analis Danareksa sekuritas, Naya Tarambintang bilang, hasil kinerja semester I GGRM memang sesuai dengan ramalan yang dibuatnya. Padahal, sebelumnya, dia sempat merasa tidak yakin GGRM akan menunjukkan kinerja yang membaik pada semester ini. Pasalnya, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (GAPRI), produksi rokok GGRM dari hasil pita cukai turun 5% pada 5 bulan pertama tahun 2008. Selain itu, data produksi Gudang Garam mengatakan, produksi sigaret kretek mesin (SKM) juga terus mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun. Pada Mei 2007, misalnya, produksi SKM mereka hanya mencapai 19,47 miliar batang rokok. Angka tersebut turun 7,9% menjadi 19,47 miliar batang rokok dari tahun sebelumnya.
Meski demikian, produksi rokok Gudang Garam jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami peningkatan 13,7% menjadi 3,39 miliar batang tahun ini. Namun hal itu tidak jauh menolong, sebab, secara total produksi SKM dan SKT masih turun 5% menjadi 21,33 miliar batang. Adanya peningkatan pendapatan tersebut, menurut Naya, ada kemungkinan berasal dari kenaikan harga jual mereka.
Saingan makin ketat
Produk Gudang Garam ini ternyata banyak diminati oleh kalangan orang yang berumur. Analis Mega Capital Ratna Liem, menilai target pasar mereka pun banyak berasal dari kalangan menengah ke bawah. Padahal, pasar ini sangat rentan terhadap inflasi. Itu artinya, mereka dengan mudah akan beralih ke rokok yang lain jika harga yang ditawarkan dirasa memberatkan.
Ratna juga menyoroti persaingan dari industri rokok. Saat ini, kata Ratna, pangsa pasar atau market share GGRM sudah banyak diambil oleh PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) . Dia bilang, saat ini lokasi pemasaran rokok terbesar terpusat di Pulau Jawa. Padahal, di Jawa, produksi rokok tanpa merk dengan tipe sejenis banyak beredar di sana. Ini tentunya makin memperketat persaingan produsen rokok.
Dari alasan itu, Ratna memprediksi, pendapatan GGRM cenderung stabil dan tidak banyak perubahan tahun ini. Dia meramal, pendapatan GGRM akan meningkat menjadi Rp 28,2 triliun dan laba bersih akan meningkat menjadi Rp 1,4 triliun. Catatan saja, tahun lalu pendapatan GGRM sebesar Rp 28,16 triliun dan laba bersihnya Rp 1,44 triliun.
Sedangkan Naya memproyeksi, pendapatan GGRM akan meningkat tipis menjadi Rp 29,58 triliun dengan laba bersih Rp 1,73 triliun. Naya juga menilai, kalau saham GGRM saat ini terbilang murah jika dibandingkan dengan saham rokok yang lain. Dari valuasi rasio harga terhadap laba bersih per saham atau price earning ratio (PER), angkanya masih 7 kali. Padahal, jika dibandingkan, PER HMSP sudah mencapai 13 kali dan PT Bentoel International Tbk (RMBA) sebesar 15 kali.
Untuk itu, Naya masih merekomendasikan beli untuk saham GGRM dengan target harga Rp 10.000 per saham. Sebaliknya, Ratna beranggapan bahwa harga saham ini sudah dalam tren terkoreksi setelah sempat naik ke Rp 7.950 per saham beberapa hari yang lalu. "Kami rekomendasi tahan untuk saham ini dengan target harga Rp 7.850 per saham," ungkap Ratna.
Kemarin harga saham GGRM di tutup diharga Rp 6.450 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News