Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten di sektor infrastruktur dan konstruksi tampak mulai membangun kembali pondasi penguatan harga saham dalam sebulan terakhir. Emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya masih memimpin pergerakan di sektor ini.
Pada perdagangan Rabu (8/6) kemarin, harga saham BUMN Karya dan anak usahanya kompak menguat. Meski pada hari ini, Kamis (9/6) mayoritas mengalami penurunan seiring dengan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Penguatan saham emiten konstruksi dalam sebulan terakhir antara lain tergambar dari gerak PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) yang mencatatkan kenaikan 10,79%. Meski pada hari ini ditutup melemah 0,65% ke posisi Rp 770.
PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) menyusul dengan kenaikan 9,71% dalam sebulan. Pada hari Kamis ini, harga saham WSKT tidak bergerak di posisi Rp 565. Berikutnya ada PT PP (Persero) Tbk (PTPP) yang harga sahamnya melaju 6,15% dalam sebulan.
Baca Juga: Rajin Ikut Tender Proyek, TOTL Bidik Kontrak Baru Tahun Ini Rp 2 Triliun
Hari ini harga saham PTPP berada di Rp 950 setelah ditutup melemah 2,06%. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) tak ketinggalan, sahamnya naik 4,32% dalam sebulan terakhir. Saham WIKA Kamis ini memerah 1,53% ke posisi Rp 965.
Sejalan dengan induk usahanya, anak usaha BUMN Karya pun mencatatkan penguatan harga saham dalam sebulan terakhir. Seperti yang terjadi pada PT PP Presisi Tbk (PPRE), PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), dan PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE).
Sedangkan bagi emiten konstruksi swasta, pergerakannya bervariasi. Tak banyak emiten yang harga sahamnya terdongkrak naik dalam sebulan terakhir.
Emiten yang mampu melaju adalah PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL), PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), dan PT Acset Indonusa Tbk (ACST) dengan penguatan masing-masing sebanyak 10,14%, 4,26%, dan 3,49%.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengkonfirmasi bahwa mayoritas saham emiten konstruksi sudah menunjukkan tanda-tanda penguatan, setidaknya dalam tiga pekan terakhir. Sebagian sudah mulai breakout resistance trendline, yang berpotensi menjadi awal dari pembalikan tren menurun sejak akhir tahun lalu.
Baca Juga: Saham BUMN Berkinerja Apik Sejak Awal Tahun, Mana yang Prospektif?
"Secara teknikal boleh diperhatikan bagaimana pergerakan berikutnya karena posisi saat ini masih relatif rendah, sehingga memiliki potensial upside yang cukup menarik," kata Pandhu saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (9/6).
Beberapa katalis positif di sektor ini antara lain perolehan kontrak baru hingga bulan April yang lebih baik. Kondisi ini setidaknya dicatatkan oleh BUMN Karya. Dengan begitu, pasar mulai merespons setelah kinerja kuartal pertama 2022 yang rata-rata masih membukukan pendapatan yang stagnan, serta laba yang meleset dari ekspektasi.
"Transisi pandemi menjadi endemi diharapkan dapat mendorong proyek-proyek tertunda untuk jalan lagi, sehingga bisa mendongkrak kinerja para emiten konstruksi. Kemudian secara siklus bisnis, biasanya semester kedua memang pendapatan emiten konstruksi lebih besar dibanding awal tahun," imbuh Pandhu.
Sementara itu, Head of Research Reliance Sekuritas, Alwin Rusli menyoroti bahwa sentimen positif yang mendorong kenaikan harga saham emiten konstruksi BUMN tak lepas dari rencana aksi korporasi yang dilakukan, seperti rights issue. Adanya suntikan dana segar, terutama dari pemerintah memberi ruang gerak untuk dapat menyelesaikan proyek-proyek yang ada.
Sedangkan untuk emiten konstruksi swasta, akan kembali lagi pada prospek masing-masing, dan bagaimana usaha mereka untuk mencari proyek-proyek baru.
"Secara spesifik, beberapa faktor seperti pembangunan IKN (Ibu Kota Negara), serta infrastruktur yang terus digenjot masih menjadi katalis positif utama bagi sektor konstruksi," ujar Alwin.
Baca Juga: Memilih Saham BUMN yang Memiliki Prospek Apik Pada 2022
Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata menambahkan, redanya penyebaran covid-19 membuat sektor padat karya kembali bergulir kencang. Apalagi pemerintah menggenjot kembali pembangunan infrastruktur sebagai prioritas hingga tahun 2024.
Pembangunan IKN Baru di Kalimantan Timur juga menjadi pendorong ekspektasi tumbuhnya kontrak baru emiten konstruksi, terutama bagi BUMN Karya. Di sisi lain, Sovereign Wealth Fund (SWF) - Indonesia Investment Authority (INA) diharapkan bisa membawa angin segar bagi sektor infrastruktur secara umum.
Kemudian, Liza memandang divestasi aset dalam rangka recycling asset menjadi hal yang menarik di sektor konstruksi pada tahun ini. WSKT bisa menjadi emiten yang paling diuntungkan dari investasi yang akan direalisasikan INA.
Meski begitu, Liza memberikan catatan terhadap sektor konstruksi. Pasalnya, sejauh ini kinerja keuangan emiten di sektor ini masih tertekan akibat efek pandemi yang masih terasa. Meski covid-19 bertransisi dari pandemi menjadi endemi, namun prospek emiten konstruksi pada tahun ini ditaksir masih akan stagnan.
Baca Juga: Prospek Kinerja Diprediksi Lebih Baik, Begini Rekomendasi Saham BUMN Karya
Terlebih, ada risiko kenaikan suku bunga yang berpotensi diambil Bank Indonesia pada awal semester kedua, seiring tren peningkatan suku bunga The Fed. "Pertumbuhan kontrak baru mungkin ter-offset biaya bunga dan sebagainya, sepertinya masih akan membuat kinerja 2022 stagnan," terang Liza.
Adapun saham emiten infrastruktur - konstruksi yang terbilang menarik adalah yang memiliki Price to Book Value (PBV) di bawah satu kali, seperti PTPP dan WIKA. Menurut Liza, jika mampu break out level Rp 990, saham PTPP berpotensi membuka jalan menuju target harga di area Rp 1.100 - Rp 1.120.
Sedangkan saham WIKA tampak mulai bottoming dan berpeluang membentuk tren naik jangka pendek ke arah target Rp 1.150. Pelaku pasar disarankan memperhatikan support saham WIKA di area Rp 950 atau Rp 930.
Pandhu juga menjagokan saham WIKA dan PTPP untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Menurutnya, rasio utang keduanya masih lebih sehat dibandingkan WSKT dan ADHI.
Menimbang kinerja di kuartal pertama yang belum cemerlang, Pandhu menargetkan harga saham WIKA di Rp 1.100, sedangkan PTPP di Rp 1.200.
Sementara itu, Alwin menyarankan pelaku pasar untuk mencermati saham ADHI dan PTPP. Alwin memberikan rekomendasi buy saham ADHI dengan target harga di Rp 900 dan buy PTPP dengan target harga Rp 1.150.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News