kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.914   16,00   0,10%
  • IDX 7.197   56,46   0,79%
  • KOMPAS100 1.106   11,25   1,03%
  • LQ45 878   11,38   1,31%
  • ISSI 221   1,04   0,47%
  • IDX30 449   5,97   1,35%
  • IDXHIDIV20 540   5,29   0,99%
  • IDX80 127   1,41   1,12%
  • IDXV30 134   0,41   0,31%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mengukur kembali kemampuan bank digital mencetak laba


Jumat, 03 September 2021 / 19:34 WIB
Mengukur kembali kemampuan bank digital mencetak laba
ILUSTRASI. Sejumlah emiten bank digital masih mencatatkan kerugian pada semester pertama tahun ini.


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten bank digital masih mencatatkan kerugian pada semester pertama tahun ini. Misalnya saja PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang masih mencatat kerugian Rp 47 di semester pertama tahun ini.

Kerugian bersih ini hanya turun tipis ketimbang periode yang sama tahun lalu Rp 51 miliar. ARTO menorehkan pendapatan bunga bersih atawa net interest income Rp 160 miliar pada semester pertama 2021. Pendapatan bunga ini melesat dari periode sama tahun lalu Rp 27 miliar.

Pendapatan bunga Bank Jago terutama berasal dari pembiayaan melalui channeling dengan lembaga P2P lending atau mitra fintech. Di sisi pendanaan, simpanan ARTO juga tumbuh 326,3% yoy. Peningkatan terjadi sejak peluncuran aplikasi tabungan digital pada 21 April.

Baca Juga: Meski Direkomendasikan, Kinerja Emiten Teknologi Masih Mengecewakan

Selain ARTO, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) juga mencatatkan rugi bersih senilai Rp 132,85 miliar. Padahal posisi yang sama tahun Bank Neo Commerce lalu mampu mencatatkan laba bersih Rp 19,32 miliar. Hal ini terjadi karena melonjaknya beban pada paruh pertama tahun 2021 ini, yaitu dari Rp76 miliar per Juni 2020 menjadi Rp 268 miliar per Juni 2021.

Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Ike Widiawati memperkirakan, perbankan digital kemungkinan membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun ke depan guna memperoleh keuntungan secara berkelanjutan. Dia menambahkan, bank digital membutuhkan modal untuk melakukan branding dalam rangka mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya dan untuk membangun kepercayaan ke masyarakat.

Selain itu, Ike menilai bank digital membutuhkan modal yang cukup besar untuk menciptakan sistem keamanan. Pasalnya, bank digital sangat erat kaitannya dengan masalah cyber crime.

“Kedua hal tersebut membutuhkan banyak usaha dan waktu, mengingat masyarakat Indonesia yang mungkin sebagian besar masih ragu, sebagai dampak dari banyaknya penyalahgunaan data pribadi yang terjadi saat ini,” papar Ike kepada Kontan.co.id, Jumat (3/9).

Baca Juga: Mengintip prospek fundamental bank digital di Tanah Air

Menurut dia, bank digital merupakan implementasi dan pengaplikasian dari financial technology. Terkait maraknya bank digital saat ini, Ike memandang sistem keuangan memang dituntut untuk terus berkembang menyesuaikan kondisi zaman. Sehingga, transformasi yang dilakukan oleh bank konvensional untuk berubah ke bank digital adalah keputusan tepat.

Banyaknya pemain yang merambah bank digital juga menjadi salah satu tantangan untuk perusahaan bank digital. Memang dari sudut pandang masyarakat, semakin banyak bank digital artinya semakin banyak alternatif pilihan.

“Namun, ini menjadi tantangan dimana perbankan digital harus berlomba untuk membangun kepercayaan bahwa bank digital mereka adalah perusahaan yang mampu menjaga dan menjalankan bisnis peer to peer lending dengan aman,” kata Ike.

Dia menambahkan, bisnis perbankan akan dieliminasi berdasarkan dua kriteria yakni kemudahan dan keamanan. Melihat kondisi saham-saham perbankan digital yang cenderung premium, Ike menyarankan investor untuk kembali realistis dalam memilih saham-saham bank digital.

 Baca Juga: Menerawang prospek fundamental bank digital di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×