kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukur efek bunga ke properti


Senin, 20 Juni 2016 / 07:18 WIB
Mengukur efek bunga ke properti


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya memangkas BI rate menjadi 6,50% dan merealisasikan pelonggaran plafon pemberian kredit atau loan to value (LTV) untuk kredit properti.

Menurut Liliana S Bambang, Analis Mandiri Sekuritas, dalam riset Jumat (17/6), kebijakan itu dapat membantu sektor properti, terutama dari sisi arus kas, karena beberapa perusahaan properti menyediakan pendanaan internal untuk mendorong penjualan mereka.

"Kami menilai, katalis yang lebih besar untuk sektor properti adalah program pengampunan pajak (tax amnesty)," kata Liliana.

Christian Saortua, Analis Minna Padi Investama, mengatakan, ada harapan setelah pelonggaran LTV, permintaan properti bisa meningkat. Tapi dengan kondisi ekonomi yang belum pulih serta mendekati Hari Raya, momentum LTV masih belum tepat.

Umumnya masyarakat menjadikan belanja properti sebagai prioritas kedua menjelang Hari Raya. "Pasar properti umumnya kembali bergairah setelah Hari Raya," kata Christian.

Di semester pertama tahun ini, penjualan emiten dengan aset properti besar seperti LPKR, CTRA, BSDE, PWON dan SMRA cenderung melambat ketimbang tahun lalu dan sulit mencapai target marketing sales. BSDE dan SMRA juga masih mengandalkan produk yang sudah berjalan sebagai sumber pendapatan perusahaan.

"Di lain pihak, Ciputra sedang mengalami isu penggabungan unit usaha, saya melihat pergerakan sahamnya akan sangat fluktuatif dalam jangka pendek ini," kata Christian.

Terkait saham properti, Christian merekomendasikan PWON. Pendapatan berulang PWON mampu menjaga nilai perusahaan di tengah penurunan permintaan properti. Di sisi lain BSDE berusaha menggenjot prapenjualan dari produk high rise.

Dalam riset Christian mengatakan kondisi permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) beberapa bank menurun. Ia memprediksi, kebijakan baru tersebut belum mampu menumbuhkan permintaan. Apalagi pertumbuhan ekonomi masih belum meyakinkan.

"Hal positif belum ada, masih menunggu tax amnesty," kata Christian.

Maxi Liesyaputra, Analis BNI Securities, mengatakan, stimulus BI bukan menjadi alasan kuat bisa menggerakkan industri properti karena permintaan masih rendah. "Sejak kuartal pertama tahun 2016, BI rate sudah turun, tapi permintaan belum berdampak," kata Maxi.

Tapi, Maxi berharap, penurunan suku bunga bisa menstimulasi industri properti. Maxi hanya melihat saham BSDE masih menarik dibandingkan emiten properti lain. Porsi KPR pada BSDE yang besar menyebabkan emiten ini akan diuntungkan oleh penurunan bunga.

Akhmad Nurcahyadi, Analis Samuel Sekuritas, mengungkapkan, rendahnya kinerja kuartal pertama membuat BSDE akan lebih berat mencapai target tahun ini. "Peluncuran beberapa kluster kuartal kedua dan semester kedua kami harapkan akan menjaga kinerja," kata Akhmad.

Akhmad masih menyukai BSDE karena komitmen pengembangan usaha melalui kelanjutan pengembangan proyek. "Selain itu ekspektasi perbaikan aktivitas industri masih menjadi kunci utama pertumbuhan emiten properti secara keseluruhan," kata Akhmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×