kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mengukur dampak penerapan cukai minuman bagi emiten konsumer


Kamis, 20 Februari 2020 / 21:51 WIB
Mengukur dampak penerapan cukai minuman bagi emiten konsumer
ILUSTRASI. Karyawan menyusun minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2/2020). Kementerian Keuangan mengusulkan pengenaan tarif cukai untuk produk minuman berpemanis.


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan mengusulkan pengenaan tarif cukai untuk produk minuman berpemanis. Usulan ini lantaran banyaknya masyarakat Indonesia yang terkena penyakit akibat gula dan makanan berpemanis.

Analis BNI Sekuritas, William Siregar menilai, apabila pengenaan tarif cukai untuk minuman berpemanis disahkan, dampaknya cukup signifikan terhadap emiten barang konsumen yang memproduksi minuman berpemanis.

Dengan penerapan cukai ini, secara otomatis bakal ada penyesuaian harga terhadap produk-produknya. Ia mengatakan, hal tersebut akan memberikan sentimen negatif dan membuat konsumsi melandai.

Baca Juga: Catat, sektor-sektor ini bisa menjadi andalan di tengah ketidakpastian global

Adapun, beberapa emiten yang menjadi produsen minuman berpemanis misalnya saja MYOR, ICBP, UNVR, KINO, dan GOOD. William berpendapat, MYOR akan terkena dampak cukup besar dari adanya penerapan cukai tersebut. Sebab, penjualan produk makanan dan minuman menjadi kontribusi mayoritas untuk pendapatan perusahaan.

Sementara itu, ia melihat dampak pengenaan cukai untuk ICBP dan UNVR tidak begitu signifikan lantaran pendapatan UNVR masih didominasi dari segmen bisnis home and personal care.

Sebagai strategi, William bilang, perusahaan bisa mendiversifikasi produk atau mengeluarkan produk baru dengan lebih mempertimbangkan kesehatan bagi konsumennya. “Dengan menciptakan produk baru, bisa membantu tekanan dari dampak pengenaan cukai tadi,” katanya ketika dihubungi Kontan, Kamis (20/2).

Ia menambahkan, saham-saham dari sektor consumer goods masih kurang menarik untuk saat ini karena menghadapi banyak tantangan. Misalnya saja, kebijakan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS dan cukai rokok yang mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat.

Baca Juga: Ada cukai minuman berpemanis, indeks sektor barang konsumen masih mampu bertahan

William juga pesimis terhadap target pertumbuhan 9% yang ditetapkan oleh asosiasi industri makanan dan minuman untuk tahun ini, sebab masih banyak sentimen negatif yang menjadi tantangan.

Selain melandainya daya beli masyarakat, peningkatan terhadap beberapa harga komoditas, seperti gula dan CPO juga mempengaruhi kinerja emiten consumer goods.

“Dari September 2019, beberapa harga komoditas ini meningkat, apabila tren peningkatan berlanjut akan berdampak pada gross profit margin emiten consumer goods, dari sisi margin akan ada tantangan juga,” paparnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: Cukai minuman berpemanis bisa kurangi beban BPJS Kesehatan

Ia mengatakan, saham sektor consumer goods yang menarik untuk dikoleksi sekarang ini adalah INDF karena terbantu oleh beberapa sektor bisnis lainnya dan valuasi saham INDF juga terbilang murah.

William merekomendasikan investor untuk beli saham INDF dengan target harga Rp 9.200 per saham. Sementara itu, dia menyarankan hold saham ICBP dengan target harga Rp  11.800 per saham dan hold UNVR dengan target harga Rp 8.300 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×