kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Catat, sektor-sektor ini bisa menjadi andalan di tengah ketidakpastian global


Kamis, 20 Februari 2020 / 19:46 WIB
Catat, sektor-sektor ini bisa menjadi andalan di tengah ketidakpastian global
ILUSTRASI. Konsumen berbelanja di minimarket 212 Mart, Tangerang Selatan, Kamis (15/3). Masih ada beberapa sektor yang dinilai masih memiliki prospek yang menjanjikan di tengah ketidakpastian global saat ini.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai kecamuk perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, kini muncul masalah baru yang diperkirakan mampu menghantam perekonomian global, yakni penyebaran virus corona atau Covid-19.

Bahkan, riset yang baru saja dikeluarkan oleh Morgan Stanley, Rabu (19/2) menyebutkan bahwa, ekonomi China diprediksi bisa jadi merosot dan hanya tumbuh 3,5% pada kuartal I-2020. Alasannya, virus yang berasal dari kelelawar ini dikhawatirkan mampu menghambat pemulihan produksi manufaktur.

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak menampik bahwa virus tersebut berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Dia mengatakan, perlambatan ekonomi China sebesar 1% akan berdampak terhadap melambatnya perekonomian domestik sebesar 0,3% sampai 0,6%.

Baca Juga: Ada cukai minuman berpemanis, indeks sektor barang konsumen masih mampu bertahan

Meski demikian, analis dan ekonomi menilai masih ada beberapa sektor yang dinilai masih memiliki prospek yang menjanjikan di tengah ketidakpastian global saat ini.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sektor yang masih berpotensi tumbuh di tahun ini adalah sektor konstruksi serta sektor informasi dan komunikasi. Josua menilai, kedua sektor ini menjadi unggulan karena tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi global.

Dari sisi sektor konstruksi, program infrastruktur pemerintah masih akan berlanjut. Josua bilang, sektor konstruksi sepanjang tahun 2019 masih dapat bertumbuh hingga 5,8%, atau lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 5,02%. Sementara, sektor informasi dan komunikasi, dalam lima tahun terakhir selalu tumbuh di atas 7%.

Hal ini dipengaruhi oleh semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan kebutuhan barang dan jasa yang diproduksi akibat perkembangan ekonomi digital. “Hal ini kemudian mendorong peningkatan permintaan domestik di sektor ini di tengah perlambatan tingkat konsumsi secara umum serta perlambatan ekonomi global,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (20/2).

Baca Juga: Kenaikan IHSG disokong penurunan suku bunga acuan

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menilai sektor infrastruktur dan konstruksi menjadi sektor yang masih memiliki prospek cerah tahun ini. “Karena pemerintah berkomitmen untuk membangun infrastruktur,” ujar Nafan kepada Kontan.co.id, Kamis (20/2).

Selain itu, keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan BI - 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) ke level 4,75% juga menjadi angin segar bagi emiten sektor properti. Tak ayal, penurunan suku bunga acuan ini bakal menaikkan permintaan properti.

Sementara itu, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menjagokan emiten sektor barang konsumsi (consumers good) sebagai sektor yang bisa diandalkan tahun ini. Bahkan, dari sisi pasar saham, Dessy menilai saham emiten consumers good diekspektasikan mampu menjadi penyumbang pertumbuhan utama bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Baca Juga: Bank Indonesia pangkas suku bunga acuan ke 4,75%

Di sisi sektor penjualan ritel, Josua memproyeksikan penjualan ritel akan pulih dalam jangka pendek, terutama menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri.

Asal tahu, menurut survei BI, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Januari 2020 diproyeksikan akan turun 3,1%. Salah satu sebabnya adalah penurunan penjualan kelompok komoditas makanan minuman.

Menurut Josua, penurunan IPR pada Januari 2020 disebabkan oleh masih belum pulihnya perekonomian karena berbagai peristiwa seperti termasuk banjir di Jakarta dan sekitarnya yang terjadi pada awal tahun serta penyebaran virus corona pada akhir Januari. “Sehingga banyak penjual ritel gagal memanfaatkan momentum tahun baru,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×