Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Angin segar mulai menyelimuti reksadana pendapatan tetap belakangan ini. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan reksadana pendapatan tetap berhasil tumbuh 2,66% sepanjang bulan Juli menjadi Rp 148,43 triliun.
Sementara itu, pada Jumat (12/8), yield SBN acuan 10 tahun juga sudah berada di level 6,97%. Padahal, pada Juli, level yield sempat kembali berada di level 7,5%. Selain itu, investor asing juga mulai kembali masuk ke pasar SBN. Hal ini tercermin dari aksi net buy investor asing sebesar Rp 14 triliun sepanjang bulan Agustus ini.
Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha mengungkapkan, hal ini tidak terlepas dari ekspektasi para pelaku pasar yang meyakini inflasi di Amerika Serikat (AS) sudah memuncak. Akhirnya, The Fed juga dipandang akan less hawkish karena inflasi yang mulai melandai.
Baca Juga: Simpanan Nasabah Super Kaya Makin Jumbo
“Apalagi, terbaru angka inflasi AS juga di bawah konsensus yang semakin menguatkan persepsi tersebut. Emerging markets pun akhirnya terkena dampak positif dari sentimen ini,” ujar Yudha ketika dihubungi Kontan.co.id.
Sementara Fund Manager Surya Timur Alam Raya Asset Management (STAR AM) Victor Pratama Chandra menambahkan, potensi tidak agresifnya The Fed memang menjadi kabar positif untuk pasar. Hanya saja, perlu dicermati juga bahwa saat ini kondisi pasar tengah berada dalam tren kenaikan inflasi yang bisa berdampak ke kenaikan tingkat suku bunga.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan seberapa cepat kenaikan tingkat inflasi ke depannya. Jika sesuai ekspektasi pasar tentunya iklim investasi terutama di reksadana pendapatan tetap akan menjadi positif. Ditambah lagi, potensi yield akan terus mengalami penurunan sehingga harga NAV reksadana pendapatan tetap yang mayoritas alokasinya di obligasi pemerintah akan mengalami kenaikan.
Ke depan, Victor melihat perkembangan pasar masih akan volatile karena cukup besarnya efek sentimen eksternal walaupun kondisi makroekonomi Indonesia sebenarnya solid dan terlihat siap menghadapi isu resesi yang mungkin akan terjadi. Tapi, inflasi domestik juga harus diperhatikan karena diperkirakan headline inflation akan di atas target upper inflation sampai akhir tahun ini.
Baca Juga: Tren Positif Iklim Investasi Berlanjut, Jumlah Investor Pasar Modal Tembus 9,3 Juta
Menurut Victor, kondisi ini akan memperlihatkan reaksi Bank Indonesia dengan menaikkan tingkat suku bunga. Apakah kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia akan sesuai dengan ekspektasi pasar atau tidak.
“Jika semua sesuai dengan ekspektasi pasar dan didukung kondisi makroekonomi yang kuat dan tanpa adanya efek eksternal yang dominan, kami optimistis yield SUN 10 tahun akan di bawah 7% di akhir tahun ini,” imbuh Victor.
Lebih lanjut, Yudha menilai, reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi negara akan mendapatkan keuntungan dari kondisi ini karena harga obligasi yang menguat. Akan tetapi, ia memperkirakan rally yang terjadi saat ini belum akan berlanjut dalam waktu yang lama.
Menurut dia, masih terlalu dini untuk menyimpulkan apakah inflasi di AS benar-benar sudah melandai. Pasalnya, sumber utama kenaikan inflasi global, yakni perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan kenaikan harga soft commodities dan energi masih belum kunjung usai.
Apalagi, ketika memasuki periode musim dingin, permintaan komoditas tersebut akan lebih tinggi, sehingga ancaman inflasi yang tinggi masih belum hilang sepenuhnya.
“Jadi kami di Trimegah AM masih overweight ke obligasi korporasi, untuk strategi di obligasi negara saat ini cenderung taktikal saja memanfaatkan momentum,” imbuh Yudha.
Baca Juga: Simak Propek Pasar Obligasi Saat Investor Asing Kembali Masuk
Dia memaparkan, saat ini pihaknya cenderung memilih obligasi korporasi dengan tenor 3 tahun, punya kualitas rating yang baik, serta sektor bisnisnya tangguh di tengah kondisi saat ini. Ia juga meyakini risiko kredit para korporasi juga semakin membaik, apalagi rilis laporan keuangan para emiten sejauh ini juga solid, bahkan tak sedikit yang di atas ekspektasi.
Sama halnya, Victor mengungkapkan strategi terhadap salah satu produk reksadana pendapatan tetap unggulan STAM AM yakni, STAR Fixed Income II adalah dengan memperbesar alokasi obligasi korporasi. Ia bilang, alokasi obligasi korporasinya akan sebesar 80-90% dengan rata-rata durasi sekitar 3 tahun dan mempunyai rating A & AA.
Menurut Victor, durasi pendek dipilih karena bisa menjaga volatilitas dari risiko pasar obligasi korporasi. Sebagai tambahan, pihaknya juga menjaga likuiditas di instrumen pasar uang sebesar 10%-20% untuk keperluan redemption nasabah.
“Kami menargetkan proyeksi return STAR Fixed Income II minimal BI rate + 200 bps tiap tahunnya. Seiring dengan adanya potensi kenaikan suku bunga, proyeksi return tahun depan tentunya akan lebih besar dibanding tahun ini,” terang Victor
Sedangkan Yudha memperkirakan imbal hasil reksadana pendapatan tetap di tahun ini bisa di kisaran 5%-7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News