Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) bakal mendapatkan amunisi untuk ekspansi. Pemerintah siap menyuntik penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 1,5 triliun. Suntikan dana PMN menjadi bagian dari rencana rights issue KRAS senilai total Rp 1,85 triliun.
"Kami segera menggelar rights issue," ungkap Direktur KRAS Dadang Danusiri kepada KONTAN, kemarin (13/7).
KRAS akan memakai dana itu untuk mengembangkan pabrik hot strip mill tahap kedua berkapasitas 1,5 juta ton per tahun dan pembangkit listrik berkapasitas 150 MW. Pembangunan pabrik tersebut akan rampung dan beroperasi pada 2019.
Sejatinya, pabrik hot strip mill KRAS dirancang dengan kapasitas 5 juta ton per tahun. "Jadi kapasitas bisa ditingkatkan secara bertahap," tutur Dadang.
Analis Minna Padi Investama, Clement Hardjono menyebutkan, selain mengerek kapasitas produksi lewat proyek pabrik hot strip mill, KRAS akan memakai dana rights issue untuk proyek coal fire steam boiler yang akan menekan tarif listrik dan beban produksi bagi KRAS.
Mengingat pembangunan pabrik dan power plant cukup panjang, efek dana rights issue belum terasa tahun ini. Clement memperkirakan, pendapatan KRAS tahun ini tumbuh 20%, sementara laba bersih bisa lebih baik daripada tahun lalu.
"Sentimen positifnya adalah peningkatan harga komoditas baja," ungkap Clement, kemarin.
Muhammad Ikhsan, analis NH Korindo Securities, menilai, rights issue mengerek prospek KRAS, mengingat emiten ini satu-satunya BUMN yang bergerak di industri baja. "Apalagi ada imbauan dari pemerintah agar perusahaan konstruksi BUMN memakai baja KRAS," kata dia.
Prospek KRAS juga ditopang rupiah yang stabil, penurunan harga gas serta rampungnya pabrik blast furnace emiten ini pada kuartal ketiga 2016. Meski demikian, banjir impor produk baja dari Tiongkok menjadi sentimen negatif bagi KRAS. Kenaikan tarif dasar listrik juga berpotensi membebani ongkos produksi KRAS.
"Pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif bagi perseroan," ujar Clement.
Selain rights issue, KRAS juga meraih fasilitas utang senilai Rp 5 triliun dari lembaga keuangan. Clement menyebutkan dana itu untuk menyelesaikan pabrik blast furnace yang berkapasitas 1,2 juta ton per tahun.
"Blast furnace bisa menurunkan konsumsi listrik hingga 50%," tambah dia.
Melihat aksi korporasi KRAS, Clement menilai, debt to equity ratio (DER) emiten ini berpeluang meningkat. Sebab, utang yang didapat lebih besar daripada dana yang diraih dari rights issue.
"Namun saya lihat rasio utang KRAS masih sehat," kata dia.
Clement dan Ikhsan merekomendasikan buy KRAS dengan target masing-masing Rp 780 dan Rp 750 per saham.
Lucky Bayu, analis Danareksa Securities, juga menyarankan buy dengan target Rp 780. Harga KRAS kemarin di posisi Rp 635 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News