kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.080   96,25   1,38%
  • KOMPAS100 1.059   19,08   1,83%
  • LQ45 833   16,07   1,97%
  • ISSI 214   1,68   0,79%
  • IDX30 425   9,10   2,19%
  • IDXHIDIV20 511   9,34   1,86%
  • IDX80 121   2,21   1,86%
  • IDXV30 125   1,01   0,82%
  • IDXQ30 142   2,63   1,89%

Mengapa krisis di Argentina dan Turki menyakiti Indonesia?


Jumat, 31 Agustus 2018 / 13:39 WIB
Mengapa krisis di Argentina dan Turki menyakiti Indonesia?
ILUSTRASI. Uang rupiah


Sumber: Bloomberg | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Efek krisis pasar keuangan di Argentina dan Turki menyebar melalui pasar global yang sedang berkembang. Dibandingkan negara-negara lain di Asia, Indonesia yang paling terpukul dengan krisis keuangan di Argentina dan Turki.

Kurs rupiah  merosot ke level terlemahnya terhadap dollar AS sejak krisis keuangan Asia 1998 silam. Jumat pagi (31/8), nilai tukar rupiah jatuh ke Rp 14.750 per dollar AS, level terlemah sejak krisis keuangan Asia tahun 1998 atau dua dekade silam

Jatuhnya rupiah mendorong Bank Indonesia (BI) meningkatkan upaya untuk menstabilkan mata uang. BI telah menggunakan cadangan devisa hingga miliaran dolar dan telah menaikkan suku bunga empat kali sejak pertengahan Mei 2018 agar rupiah tak terkulai.

Mengapa efek krisis keuangan Argentina dan Turki cepat menular ke pasar keuangan Indonesia? Dan apa langkah yang dilakukan otoritas moneter dan fiskal Indonesia? Berikut rangkuman ulasannya seperti disarikan dari Bloomberg.

1. Apa yang memicu aksi jual?

Sebetulnya, sebelum Argentina dan Turki memasuki mode krisis, pasar negara berkembang berada di bawah tekanan karena meningkatnya suku bunga Amerika Serikat (AS) dan dollar AS yang lebih kuat. Bagian dari daya tarik pasar negara berkembang adalah imbal hasil yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pasar negara maju. 

Nah, ketika selisih imbal hasil itu menyempit karena The Federal Reserve menaikkan biaya pinjaman, pasar negara berkembang menjadi kurang menarik. Secara lebih luas, krisis mata uang yang semakin mendalam di Argentina melebihi di Turki telah mengurangi minat investor untuk aset berisiko, mendorong eksodus dana dari pasar negara berkembang ke tempat yang relatif aman di pasar negara maju.

2. Mengapa Indonesia menjadi sasaran?

Indonesia adalah salah satu dari beberapa pasar negara berkembang di Asia yang memiliki defisit transaksi berjalan  saat ini (begitu juga India dan Filipina). Dan data terbaru menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan melebar ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Defisit yang bergantung pada aliran masuk modal asing untuk membiayai kebutuhan impor, membuat Indonesia rentan terhadap penurunan sentimen dan arus modal keluar yang tajam. Investor asing memiliki hampir 40% dari obligasi Pemerintah Indonesia, termasuk salah satu yang tertinggi di pasar negara berkembang Asia. Tambah lagi Pemerintah Indonesia menjalankan defisit anggaran, yang berarti perlu meminjam untuk membiayai pengeluaran atau belanja.

3. Seberapa parahkah penurunan mata uang dan saham?

Rupiah merupakan mata uang  berkinerja terburuk kedua di Asia setelah India di tahun ini. Tetapi rupiah menjadi mata uang yang paling terpukul sejak aksi jual di pasar negara berkembang dimulai pada akhir Januari 2018 yakni melemah sekitar 9%. 

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun lebih dari 6% di tahun ini. Sementara imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun telah meningkat di tahun ini ke level  tertinggi sejak akhir 2016.

4. Apa yang telah dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk menghentikan pelemahan rupiah tersebut?

BI telah menaikkan suku bunga dengan total 125 basis poin sejak Mei 2018 dan melakukan intervensi baik dalam mata uang dan pasar obligasi untuk menahan rupiah. BI telah mengatakan siap merespon volatilitas pasar yang berlebihan dan telah mempertahankan kebijakan moneter yang hawkish

Bank sentral mengkonfirmasi intervensi lebih lanjut di pasar mata uang dan obligasi pada 31 Agustus karena rupiah jatuh ke level terendah terhadap dollar AS sejak 1998. Sementara Pemerintah Indonesia juga menyiapkan kebijakan untuk menopang pasokan dollar AS. Misal, mengumumkan berbagai langkah dari rencana untuk membatasi impor barang-barang konsumsi, percepatan penggunaan biodiesel berbasis sawit untuk memotong impor bahan bakar serta upaya untuk meningkatkan pariwisata dan ekspor. 

Pemerintah juga sudah meminta Pertamina  menjadi pembeli tunggal minyak mentah yang diproduksi secara lokal untuk membantu mengurangi impor minyak.

5. Akankah ini berhasil?

BI menyebutkan fundamental ekonomi Indonesia lebih baik daripada megara emerging market lain seperti Argentina, Turki dan Rusia.  Para analis juga menyebut, posisi Indonesia lebih kuat diantara negara berkembang Asia, terutama karena cadangan devisa yang sehat dan fundamental ekonomi yang kuat, sehingga menempatkan Indonesia dalam posisi kuat untuk menahan guncangan eksternal. 

Tetapi dengan rencana The Fed yang diprediksi terus menaikkan suku bunganya akan membuat selisih imbal hasil antara AS dan negara emerging market  kian menyempit. Ini bisa menyebabkan tekanan ke mata uang.

6. Bukankah ini pernah terjadi sebelumnya?

Dalam apa yang disebut "taper tantrum" tahun 2013, ketika The Fed pertama kali mengangkat gagasan penarikan stimulus, kurs rupiah merupakan salah satu mata uang yang paling terpukul di Asia, turun lebih dari 25% terhadap dollar AS di tahun tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah berusaha keras menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini berada pada posisi yang lebih kuat daripada tahun 2013, mengingat cadangan devisa yang lebih besar dan inflasi lebih rendah. Memang, Moody Investors Service meng-upgrade peringkat utang Indonesia pada bulan April 2018 setelah mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil Indonesia untuk meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap guncangan global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×