kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Meneropong Prospek Rupiah di Bawah Pemerintahan Baru


Rabu, 21 Februari 2024 / 12:35 WIB
Meneropong Prospek Rupiah di Bawah Pemerintahan Baru
ILUSTRASI. Pemerintahan baru diharapkan bisa membawa stabilitas bagi nilai tukar rupiah./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/05/05/2021.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan baru diharapkan bisa membawa stabilitas bagi nilai tukar rupiah. Investasi berkelanjutan dapat memperkokoh posisi rupiah.

Chief Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto mengatakan, secara fundamental, rupiah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti aliran investasi (investasi langsung dan portofolio), kewajiban pembayaran utang luar negeri (utang luar negeri pemerintah dan sektor swasta) serta transaksi berjalan, khususnya neraca dagang.

Suhindarto memperkirakan bahwa Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga stabilitas rupiah sehingga volatilitasnya tidak akan terlalu besar sebagaimana tujuan/misi utama mereka. 

Baca Juga: Jaga Rupiah, Ekonom Ini Perkirakan BI akan Menahan Suku Bunga Acuan

Seperti diketahui, konsensus memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.000-Rp 15.800 per dolar Amerika Serikat (AS) di tahun 2024.

Menyoal pemilihan umum (Pemilu), Suhindarto menilai, hasilnya tidak akan berdampak langsung pada pergerakan rupiah. Menurutnya, pergerakan rupiah akan lebih banyak dipengaruhi oleh kepastian tentang arah kebijakan ekonomi yang diambil seperti defisit anggaran dan utang luar negeri, yang mana pada akhirnya berdampak pada dolar yang mengalir ke dalam negeri.

Menurut dia, potensi pergerakan rupiah akan sangat dipengaruhi oleh program kerja pemerintahan baru. Dan karena sejauh ini pasangan calon (paslon) nomor urut 2 unggul pada hasil hitung cepat (quick count), yang cenderung melanjutkan program kerja pemerintahan sebelumnya, maka diharapkan bisa mendorong lebih banyak investasi mengalir masuk (inflow) ke Indonesia.

“Jika ini terjadi (inflow), maka bisa berdampak positif pada stabilitas rupiah,” ungkap Darto kepada Kontan.co.id, Selasa (20/2).

Suhindarto melihat, Pemerintahan Jokowi telah memberikan landasan pacu untuk pengembangan lebih lanjut. Program infrastruktur diharapkan dapat terus dilanjutkan dengan mendorong lebih banyak investasi di daerah-daerah yang selama ini terkendala infrastruktur. Sehingga, akan ada lebih banyak titik-titik pertumbuhan baru ke depan.

Dan tentu saja, investasi ke depan diharapkan tidak hanya datang dari investasi dalam negeri tapi juga luar negeri. Bagi rupiah, investasi asing langsung berdampak positif pada aliran masuk dolar, yang mana pada akhirnya mendukung stabilitas rupiah.

Suhindarto menyoroti bahwa program kerja dari paslon 02 salah satunya makan siang gratis bakal lebih banyak berdampak pada UMKM dalam negeri. Program tersebut akan berdampak pada aktivitas UMKM yang bergerak di bidang makanan dan minuman, meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah-daerah, yang mana pada akhirnya berdampak pada aktivitas ekonomi secara keseluruhan.

Kendati beberapa produk penunjang untuk penyediaan makan siang gratis, seperti daging sapi dan gandum, bakal banyak mengandalkan impor. Namun demikian, Darto menuturkan, masih terlalu dini untuk menilai apakah program tersebut akan berdampak pada rupiah akibat peningkatan impor, mengingat belum ada master plan yang jelas tentang seperti apa program tersebut akan dijalankan.

Pefindo melihat rupiah akan berada pada rentang Rp 14.500 – Rp 16.000 per dolar AS dalam jangka panjang. Kuncinya terletak pada beberapa faktor seperti aliran investasi langsung asing yang dipengaruhi oleh program kerja pemerintahan baru, aliran investasi portofolio asing yang dipengaruhi oleh tingkat defisit anggaran, spread suku bunga domestik dan luar negeri, dan pertumbuhan ekonomi.

Kemudian faktor neraca dagang yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global dapat berdampak pada harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi domestik. Serta, tingkat utang luar negeri yang dipengaruhi oleh opportunity cost menerbitkan surat utang luar negeri dibandingkan dengan dalam negeri.

Di sisi lain, terdapat beberapa faktor risiko bagi pergerakan rupiah ke depan. Pertama, rupiah bakal dipengaruhi fluktuasi aliran investasi portofolio asing.

Darto menjelaskan, selisih (spread) suku bunga domestik dengan pasar AS berada pada level yang sempit, bahkan tersempit sepanjang sejarah. Sehingga, perlu kebijakan yang prudent untuk menghindari peningkatan aktivitas spekulatif ketika sentimen eksternal memburuk.

Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Dibuka Melemah ke Rp 15.672 Per Dolar AS Pada Hari Ini (21/2)

Seperti diketahui, Bank Indonesia telah meluncurkan Sekuritas  Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan SVBI ketika pemerintah memasuki akhir siklus anggaran di mana lebih sedikit penerbitan. Tujuannya adalah untuk menarik dana asing tetap mengalir dengan memberikan mereka pilihan instrumen yang kompetitif.

Kedua, surplus dagang mulai menyempit setelah booming komoditas berakhir. Ini berdampak pada lebih sedikit dolar yang dikumpulkan dari ekspor daripada yang dikeluarkan untuk membayar impor. Dikombinasikan dengan spread suku bunga yang sempit, kondisi ini membuat spekulan bergerak aktif untuk mencari keuntungan dari fluktuasi jangka pendek.

“Saya mengharapkan suku bunga di negara maju segera turun sehingga berdampak positif bagi perekonomian global,” imbuhnya.

Suhindarto menjelaskan, suku bunga rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi global lebih tinggi karena mendorong permintaan rumah tangga yang pada gilirannya akan mendorong permintaan komoditas lebih tinggi karena produsen berusaha untuk meningkatkan produksi mereka.

Ketiga, sentimen eksternal seperti risiko geopolitik dan kebijakan suku bunga. Situasi ini membuat investor risk averse dan berusaha menghindari aset berisiko di negara-negara berkembang, sehingga menempatkan lebih banyak tekanan pada negara-negara dengan neraca pembayaran yang lemah karena nilai tukar mereka lebih rentan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×