CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Meneropong Potensi Pasar Obligasi di Tengah Kenaikan Imbal Hasil US Treasury


Kamis, 27 Januari 2022 / 13:13 WIB
Meneropong Potensi Pasar Obligasi di Tengah Kenaikan Imbal Hasil US Treasury
ILUSTRASI. Obligasi.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali tahun ini, pasar obligasi dunia kembali dilanda volatilitas. Hal ini ditandai dengan meroketnya imbal hasil US Treasury Amerika Serikat yang mencapai 1,70%.

Senior Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Syuhada Arief mengungkapkan, kenaikan masif pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di 2021 yang disertai oleh kenaikan inflasi mendorong The Fed melakukan penyesuaian kebijakan moneter. 
Salah satunya dengan mempercepat laju tapering menjadi US$ 30 miliar per bulan dari sebelumnya hanya US$ 15 miliar per bulan.

Selain itu, risalah rapat The Fed juga mengindikasikan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan sampai tiga kali di tahun ini. Menurut Syuhada, sebetulnya langkah ini sudah sedikit banyak diantisipasi oleh pelaku pasar. 

Namun, ke depan komunikasi bank sentral akan sangat krusial terutama di tengah dinamika pandemi dan normalisasi ekonomi. 

Baca Juga: The Fed Isyaratkan Akan Segera Naikkan Suku Bunga, dan Rencana Pengurangan Neraca

“Sinyal dovish akan dianggap kurang peka terhadap kondisi yang ada, sementara sinyal yang terlalu hawkish dapat memberikan sentimen negatif bagi pemulihan ekonomi dan pasar finansial. Keseimbangan akan menjadi kunci,” tulis Syuhada dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1).

Di tengah gejolak tersebut, ia melihat Indonesia sudah siap dalam menghadapi normalisasi ini. Indikator stabilitas makroekonomi seperti suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan dan cadangan devisa menunjukkan perbaikan yang sangat berarti jadi bekal positif. 

Menurutnya, yang terpenting adalah proses normalisasi dikomunikasikan dengan baik, berjalan sesuai rencana dan kenaikan imbal hasil US Treasury terjadi secara bertahap. 

Dari sisi kinerja, secara teori memang betul bahwa dalam periode siklus kenaikan suku bunga, kelas aset obligasi akan menghadapi lebih banyak tantangan. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa suku bunga dan harga obligasi berbanding terbalik. 

Namun, Syuhada menilai, yang perlu dicermati adalah fundamental makro ekonomi Indonesia sangat baik dan lebih siap dalam menghadapi potensi kenaikan suku bunga. Hal ini didukung oleh berkurangnya target penerbitan SBN di 2022 menjadi Rp 991.3 triliun. 

Lalu pemulihan ekonomi dan rencana pemerintah untuk menekan defisit anggaran di bawah 3% di 2023 berpotensi mengurangi tekanan pembiayaan dan penerbitan SBN ke depannya. 

Berikutnya, rendahnya kepemilikan asing di mana saat ini hanya berkisar 19% dari 37% di 2018 akan dapat mengurangi risiko foreign portfolio outflow ketika kondisi sentimen global memburuk. Lalu juga masih berlanjutnya skema burden sharing antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan yang dapat mengurangi tekanan pembiayaan di pasar perdana.

Baca Juga: Meski Minat di Lelang Sukuk Negara Turun Akibat FOMC, Yield Masih Naik

“Tapi tetap perlu diperhatikan perkembangan varian baru pandemi dan efektivitas vaksin, komunikasi pemerintah dan bank sentral akan perubahan kebijakan moneter dan fiskal, serta volatilitas pergerakan imbal hasil US Treasury jadi risiko yang harus dicermati,” imbuhnya. 

Selain itu, percepatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga dapat berdampak pada laju pertumbuhan kredit menjadi salah satu faktor yang perlu dicermati mengingat selama ini bank menjadi pembeli mayoritas SBN.

Menyikapi peluang dan risiko tersebut, guna menghasilkan alpha pada kinerja portofolio, Syuhada bilang pengelolaan akan didasari pada pendekatan top-down, yakni analisa makro ekonomi global dan domestik. Serta kekuatan analisa bottom-up untuk pembentukan portofolio yang optimal. 

Sementara dari sisi durasi, pihaknya akan mengedepankan pengelolaan aktif dan stabilitas kinerja, di mana durasi portofolio akan sangat dinamis  Overweight atau Underweight terhadap tolok ukur, bergantung dari outlook dan view terhadap prospek pasar.

Lalu tidak lupa untuk mengurangi porsi off the run series guna menjaga likuiditas dan imbal hasil optimal. Serta, memaksimalkan potensi imbal hasil pada porsi kas portofolio dengan penempatan pada obligasi korporasi pasar uang dengan credit worthiness yang kuat dan terpercaya.

“Di samping itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×