Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Prospek saham-saham sektor batubara masih negatif, meski dari sisi valuasi sebenarnya sudah terdiskon cukup besar. Masih buruknya pergerakan harga batubara dunia menjadi determinan utama yang menghambat kebangkitan (rebound) saham-saham sektor ini.
Berdasarkan data Bloomberg per Selasa (11/3), valuasi tiga saham batubara yang masuk kategori big cap sebenarnya sudah jauh di bawah rata-rata industri. Ini terlihat dari Price-to-Earning Ratio (PER) saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
ITMG tercatat sebagai saham batubara paling murah, terlihat dari PER yang sebesar 11,02 kali. Level PER ITMG ini jauh di bawah rata-rata industri batubara yang tercatat 20,15 kali.
PTBA menjadi saham batubara dengan valuasi termurah kedua dengan PER 11,67 kali. Sementara posisi ketiga saham batubara dengan valuasi terendah adalah ADRO dengan PER di level 11,82 kali.
Pengamat pasar modal, Hans Kwee bilang, harga saham-saham sektor batubara sudah mencapai level terendah (bottom). Ini merupakan efek dari terus turunnya harga saham-saham sektor ini sejak pertengahan tahun 2012 lalu.
Masalahnya, valuasi yang terdiskon ini tak lantas mendongkrak prospek saham-saham sektor batubara. "Harga saham-saham batubara justru akan sulit naik setidaknya di tahun ini," kata Hans, Selasa (11/3).
Proyeksi ini terkait dengan terus anjloknya harga batubara dunia sebagai akibat dari penurunan permintaan dari China. Per Senin (10/3) lalu, harga batubara acuan Newcastle kembali turun ke level US$ 73,4 per ton.
Ini adalah level terendah harga batubara sejak Maret 2009. Hans bilang, harga batubara dunia diperkirakan bakal susah rebound lantaran permintaan dari China terus turun dalam beberapa bulan terakhir.
Negeri Tirai Bambu diyakini tengah menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ini terlihat dari defisit perdagangan China yang mencapai US$ 22,98 miliar di Februari 2014.
Faktor ini bakal diperkuat oleh rencana pemerintah China untuk mendevaluasi Yuan. Rencana tersebut tentunya bakal membuat harga barang impor termasuk batubara terasa lebih mahal di mata pembeli China.
Minimnya katalis yang bisa mendongkrak harga global tentunya berimbas pada proyeksi kinerja keuangan emiten sektor batubara. Reza Nugraha, Analis MNC Securities mengatakan, kinerja keuangan emiten menjadi faktor yang turut menekan kinerja saham sektor batubara.
Berkaca pada pencapaian 2013, kinerja keuangan ADRO, ITMG dan PTMG memang turun cukup dalam. ADRO misalnya hanya mampu membukukan laba bersih US$ 229,26 juta di 2013, turun 40,18% year-on-year (yoy).
Pun demikian dengan laba bersih PTBA di tahun lalu yang turun 37,24% yoy menjadi Rp 1,82 triliun. Perolehan laba bersih ITMG tercatat turun paling dalam, yakni 46% yoy menjadi US$ 203,48 juta.
"Buruknya faktor fundamental membuat saham-saham batubara susah rebound," terang Reza. Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menambahkan, dari sisi fundamental, saham-saham sektor batubara relatif minim katalis.
Imbasnya, Satrio tidak menyarankan investor untuk menjadikan saham sektor batubara untuk investasi jangka panjang. "Naiknya akan butuh waktu cukup lama," kata Satrio.
Namun, pergerakkan saham sektor ini bisa terangkat oleh sentimen Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan eksekutif yang bakal mulai berlangsung April mendatang.
Hajatan politik empat tahunan ini sering kali menghadirkan euforia di pasar modal. Satrio bilang, pada fase-fase euforia tersebut, saham-saham yang harganya sudah terdiskon biasanya akan ikut terdongkrak.
Tapi, perlu dicatat, kenaikan ini bersifat sementara. "Setelah euforia Pemilu usai, saham-saham yang secara fundamental masih rapuh akan kembali turun," ungkap Satrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News