Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tahun lalu menjadi masa kelabu bagi produsen semen, termasuk bagi PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB). Tahun lalu, laba bersih emiten bubuk abu-abu ini sekitar
Rp 668,35 miliar, turun sekitar 29,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat Rp 952,30 miliar.
Penurunan laba bersih ini memang dialami oleh hampir semua produsen semen di Tanah Air. Namun, Analis Valbury Asia Securities Budi Rustanto menyebutkan bahwa kinerja SMCB ini di bawah ekspektasi. "Penyebabnya, keterlambatan realisasi proyek infrastruktur utama dan proyek komersial di tahun 2014," tulisnya dalam risetnya yang terbit 10 Maret 2015.
Salah satu penghambat pelaksanaan proyek infrastruktur sepanjang tahun lalu adalah perhelatan pemilu. Selain itu, pelemahan harga komoditas mempengaruhi permintaan semen.
Meski laba bersih menyusut, SMCB masih menorehkan kenaikan penghasilan.
Lihat saja, penjualan semen naik 8,3% year on year (yoy) menjadi Rp 9,25 triliun. Lalu, penjualan beton jadi dan tambang agregat naik 8,8% menjadi Rp 1,96 triliun. Sehingga total pendapatan SMCB terkerek sekitar 8,7% menjadi senilai Rp 10,53 triliun.
Menurut Budi, peningkatan penjualan semen tertopang oleh penjualan di pasar domestik, yang naik 3,8% menjadi 8,75 juta ton. Apalagi, harga jual naik menjadi Rp 1,2 juta per ton.
Analis NH Korindo Raphon Prima yakin, tahun ini, SMCB dapat memperbaiki margin. Sebab, pabrik Tuban I telah beroperasi dan pabrik Tuban II ditargetkan beroperasi tahun ini.
Analis Indo Premier Securities Chandra Pasaribu mengatakan, kedua pabrik anyar itu berkapasitas produksi masing-masing 1,7 juta ton. "Ini akan mengerek total kapasitas produksi SMCB menjadi 12,7 juta ton," katanya dalam riset 30 Maret 2015.
Dengan tambahan dua pabrik itu, SMCB akan menjadi perusahaan semen yang memiliki pabrik terlengkap di berbagai wilayah Jawa.
Keberadaan pabrik baru itu bisa mengoptimalkan biaya logistik perusahaan tersebut. Maklum, wilayah Jawa masih menyumbang penjualan semen terbesar bagi SMCB, yakni sekitar 68,7%.
Raphon dan Rudi memperkirakan, rencana pemerintah menggenjot proyek infrastruktur akan menjadi katalis positif bagi bisnis semen. Apalagi, penurunan harga semen Rp 3.000 per sak bisa menstimulasi percepatan proyek.
Kendati demikian, per Februari 2015, volume penjualan SMCB masih turun 9,7% yoy menjadi 916.000 ton. Curah hujan yang relatif tinggi menghambat proses distribusi dan pembangunan infrastruktur.
Pangsa pasar 14%
Dari sisi persaingan, para analis tak mengkhawatirkan penurunan pangsa pasar SMCB. Menurut Raphon, perusahaan bisa lebih kompetitif, karena telah memperluas jangkauan dengan membangun terminal semen di Kalimantan dan Lampung. Terminal di Kalimantan telah beroperasi, sementara terminal Lampung diperkirakan bisa rampung tahun ini.
Maka Raphon memprediksi, tahun ini, perusahaan bisa mempertahankan pangsa pasar sebesar 14%. Namun, SMCB akan menghadapi tantangan.
Tantangan itu antara lain kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Jadi ia menghitung, pendapatan SMCB tahun ini senilai Rp 11,62 triliun, sedangkan laba bersih mencapai sekitar Rp 945 miliar.
Prediksi Chandra, pendapatan SMCB tahun ini sekitar Rp 10,74 triliun dan laba bersih Rp 584 miliar.
Raphon merekomendasikan beli saham SMCB, dengan target Rp 2.095. Chandra dan Budi kompak merekomendasikan hold SMCB, dengan target masing-masing Rp 1.600 dan Rp 1.950 per saham.
Pada perdagangan saham SMCB di Bursa Efek Indonesia kemarin, harga emiten ini Rp 1.485 per saham. Harga ini naik 0,34% dibandingkan penutupan pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News